REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Menghadapi tahun politik di Kota Cirebon kerawanan terjadinya berbagai ujaran kebencian dikhawatirkan meningkat. Aparat keamanan pun dituntut memahami langkah penanganannya agar tetap sesuai dengan prinsip hak asasi manusia (HAM).
"Belakangan ini ujaran kebencian sudah mengemuka, terutama menjelang kegiatan-kegiatan politik," kata Kapolres Cirebon Kota, AKBP Adi Vivid Agustiadi Bachtiar, saat berbicara dalam acara pelatihan "Peningkatan Kapasitas Anggota Kepolisian dalam Penanganan Ujaran Kebencian" di salah satu hotel di Kota Cirebon, Rabu (18/10).
Di Kota Cirebon, kegiatan politik dimulai dengan pemilihan kuwu (kepala desa) serentak. Setelah itu, ada pemilihan wali kota dan pemilihan gubernur pada 2018. Pada 2019, akan digelar pemilihan umum (pemilu).
Adi menilai saat-saat ini merupakan waktu yang sangat rawan timbulnya berbagai ujaran kebencian. Karena itu, jajaran kepolisian diberikan pemahaman dan gambaran mengenai ujaran kebencian dan penanganannya.
Pemahaman tersebut sangat pentiing dimiliki anggota kepolisian jika menemukan dan menangani kasus ujaran kebencian. Di Jabar, kata Adi, hanya Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan yang terpilih menggelar pelatihan tersebut.
Direktur Imparsial, Al Araf, menyatakan ujaran kebencian menjadi benih subur timbulnya berbagai tindakan yang meresahkan masyarakat. Karena itu, ujaran kebencian harus segera ditangani.
Namun, Araf menegaskan, penanganan ujaran kebencian harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan berada dalam koridor hukum. "Jika penanganannya keliru, justru bisa menabrak hak asasi manusia," kata dia.