Kamis 19 Oct 2017 05:19 WIB

Nasyiatul Aisyiyah Selenggarakan Diskusi Pra-Tanwir I

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Gita Amanda
Diskusi Nasyiatul Aisyiyah. Kepala Sub Direktorat Promosi Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN Entos Zainal (ketiga kiri) memaparkan penjelasan pada Diskusi Pra Tanwir I Nasyiatul Aisyiyah di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Diskusi Nasyiatul Aisyiyah. Kepala Sub Direktorat Promosi Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN Entos Zainal (ketiga kiri) memaparkan penjelasan pada Diskusi Pra Tanwir I Nasyiatul Aisyiyah di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (NA) mengadakan Diskusi Publik dalam rangka Tanwir I Nasyiatul Aisyiyah dengan tema Pembangunan Gizi dan Kesehatan untuk Keadilan Sosial: Memahami Permasalahan Stunting di Indonesia, Rabu, (18/10) di Aula Gedung Dakwah PP Muhammadiyah.

"Stunting atau keadaan tubuh anak lebih pendek dibandingkan anak-anak lain pada usianya merupakan permasalahan serius yang ada di negara kita," ujar Ketua Nasyiatul Aisyiyah Khotimum susanti.

 

Diskusi publik ini penting bagi perempuan usia pra-nikah, menikah dan yang mempersiapkan kehamilan hingga mereka yang memiliki bayi. Anggota NA sendiri saat ini berusia antara 15 hingga 40 tahun.

 

Diskusi publik penanganan stunting serta kaitannya dengan seribu hari pertama kehidupan bayi. Kegiatan ini merupakan program kerja periode NA saat ini dalam membentuk keluarga muda tangguh bagian dari 10 pilar sehat jasmani dan rohani.

 

"Nasyiatul aisyiyah melihat masalah ini berkaitan erat antara sejarah Islam dengan upaya pencegahan stunting. Seperti kebijakan negara di era Umar bin Khatab," ujarnya.

 

Termasuk didalamnya ajaran Islam untuk menyusui anak dengan asi dan dilanjutkan menyusui hingga dua tahun. Selain itu Islam juga melarang meninggalkan generasi yang lemah.

 

Faktor penyebab stunting spesifik berpengaruh hanya 30 persen seperti gizi kurang yang menjadi masalah utama 30 persen. Sedangkan 70 persen merupakan faktor sensitif dari faktor keluarga.

 

Faktor keluarga di antaranya jarak kelahiran terlalu dekat, kekerasan dalam rumah tangga juga menikah muda. "Ibu depresi tidak akan melahirkan kondisi anak yang sehat dan juga gizi anak terabaikan," jelas dia.

 

Selain diskusi publik, Nasyiatul juga menyelenggarakan kursus Samara, Family Learning Center, dan Pelayanan Terpadu untuk Remaja di daerah-daerah yang didalamnya terdapat pos pencegahan stunting.

 

Rencananya NA akan melaunching gerakan stunting Kader pelopor nasyiayah cerdas stunting, pada Jumat (3/11). di Banjarmasin .

 

Stunting tidak hanya mengakibatkan tubuh anak pendek, tetapi juga mempengaruhi pertumbuhan anak saat dewasa menjadi tidak maksimal, hambatan perkembangan kognitif, hingga berisiko terkena penyakit tidak menular saat dewasa.

 

Dampak stunting yang telanjur muncul bahkan tidak dapat diperbaiki kembali (irreversible). Berbagai faktor dapat menjadi pemicu terjadinya stunting, di antaranya kurangnya gizi yang akhirnya bermuara pada kesejahteraan yang minim. Kerugian ekonomi sampai 11 persen. Distribusikan kesejahteraan dan adanya kesenjangan sosial.

 

Gizi merupakan interrelasi beragam intervensi seperti ekonomi, budaya, pengetahuan, dan perilaku. Masalah gizi masih dipandang dengan perspektif terlalu sempit, hanya ditempatkan sebagai sub-sektor kecil dari sektor kesehatan yang lebih luas. Padahal pendekatan multisektor diperlukan untuk mengatasi masalah gizi yang kompleks.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement