Ahad 15 Oct 2017 04:05 WIB

Kemenlu: Indonesia Konsisten Jaga Perdamaian Dunia

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (tengah) didampingi Wakil Menlu Abdurrahman Mohammad Fachir (kiri), dan Sekjen Kemlu Mayerfas menyampaikan hasil pertemuan dengan pemimpin Myanmar dan Bangladesh saat rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/9).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (tengah) didampingi Wakil Menlu Abdurrahman Mohammad Fachir (kiri), dan Sekjen Kemlu Mayerfas menyampaikan hasil pertemuan dengan pemimpin Myanmar dan Bangladesh saat rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/9).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Abdurrahman Mohammad Fachir mengatakan bahwa Indonesia mesti melakukan berbagai hal untuk menjaga konsistensinya sebagai negara kepulauan, yang bisa mempertahankan kedaulatan sekaligus berkontribusi pada perdamaian internasional.

Menurut dia, tugas Indonesia adalah menjaga pertahanannya sebagai negara besar, di sisi lain juga sebagai negara Internasional. "Kita harus melakukan berbagai hal untuk menjaga konsistensi kita sebagai negara kepulauan tapi pada saat yang sama juga kita berkontribusi pada yang lain juga," kata dia saat menghadiri Mochtar Kusumaatmadja Award di Gedung Merdeka, Bandung, Sabtu (15/10).

Dia menambahkan, pendekatan yang perlu dilakukan dalam mengimplementasika tugas tersebut adalah dengan menerjemahkan warisan yang telah diberikan para pemimpin pendahulu. "Dan, pendekatan kita selalu adalah Bagaimana menerjemahkan warisan dari para pendahulu kita. baik pendiri republik ini kemudian yang diteruskan oleh pejuang pejuang berikutnya," kata dia.

Poin dari penerjemahan itu antara lain bagaimana menjaga kedaulatan negara, di sisi lain juga mewujudkan perdamaian pada dunia. Tentu, menurutnya, dalam menerjemahkan misi negara itu mesti mencakup berbagai bidang.

Kemudian bila hal ini menyangkut persoalan maritim, Presiden Joko Widodo sudah memiliki upaya penerjemahan warisan itu dengan "Poros Maritim Dunia". Pada penerjemahan maritim sendiri juga bukan yang sepele, ada beberapa aspek yang perlu jadi perhatian. Karena dalam maritim bukan hanya persoalan pertahanan, tapi juga soal ekonomi, sosial, lingkungan, dan juga hubungan internasional.

"Banyak sekali, bukan hanya dari segi pertahanan, tapi juga bagaimana memanfaatkan potensi yang ada," tutur dia.

Dengan demikian, menurut Abdurrahman, tantangan terbesar Indonesia adalah bagaimana mengubah mindset ke soal maritim tidak melulu fokus di masalah daratan melainkan juga pada maritim. 

Kompleksitas kemaritiman tersebut diamini oleh Rektor Universitas Padjadjaran, Tri Hanggono Achmad saat menghadiri konferensi pers di Gedung Merdeka, Bandung. "Terkait perkembangan penguasaan hukum laut internasional ini, masalahnya makin kompleks dan ini bukan subjek yang mudah," kata dia.

Kondisi itu, menurutnya, menyebabkan banyak sekali perguruan tinggi di Indonesia khususnya di Asia Timur, yang sudah mulai agak meninggalkan subjek tersebut. Yang masih banyak diminati adalah subjek hukum internasional dan hukum bisnis internasional. Dengan demikian, menurutnya, ini menjadi tantangan tersendiri untuk Indonesia.

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement