Jumat 13 Oct 2017 19:02 WIB

UMM Kembangkan Ekonomi Hijau Kepulauan Sapeken

Penyerahan alat secara simbolis kepada perwakilan POKMAS.
Foto: Dokumen
Penyerahan alat secara simbolis kepada perwakilan POKMAS.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Tim dosen Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melakukan pendampingan terhadap nelayan dan petani rumput laut di Kepulauan Sapeken, kecamatan paling timur dan terjauh di Kepulauan Madura. Kegiatan itu merupakan bagian program Ipteks bagi Wilayah-Corporate Social Responsibiliy (IbW-CSR) yang disponsori Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti).

Program ini menggandeng Kangean Energy Indonesia (KEI Ltd), perusahaan minyak dan gas (migas) terbesar di Jawa Timur, yang beroperasi di Kepulauan Sapeken dan Raas Sumenep. Sebagai upaya membina perguruan tinggi lokal, UMM juga menggandeng STKIP PGRI Sumenep. Dua pulau yang menjadi percontohan yaitu Pulau Pagerungan Kecil dan Pulau Sadulang Besar.

Ketua tim IbW-CSR UMM, Drs Nurwidodo, menjelaskan berdasarkan hasil observasi dan riset oleh tim Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) UMM, tim dosen Biologi UMM, dengan difasilitasi Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas-KEI Ltd terungkap bahwa daerah tersebut menyimpan potensi bahari dan pesisir yang sangat besar.

"Sayangnya, pihak-pihak yang seharusnya memiliki kebijakan pengembangan potensi, seperti pemerintah daerah, belum peka terhadap potensi tersebut. Masyarakat Kepulauan Sapeken semakin tertinggal karena minimnya perhatian," kata Nurwidodo, dalam siaran pers.

Mengingat adanya tren penangkapan hasil laut yang melewati batas wajar, penangkapan ikan dengan bahan kimia dan bom ikan, serta perusakan habitat ikan, imbuhnya, maka pendampingan masyarakat untuk membudidayakan rumput laut sekaligus mengolah pasca panen merupakan wujud ekonomi hijau.

Senada, Dr Abdulkadir Rahardjanto, pakar lingkungan hidup UMM yang juga anggota tim IbW-CSR UMM mengungkapkan bahwa selama ini di beberapa pulau masyarakat mulai membudidayakan rumput laut. Masyarakat yang biasanya menangkap ikan hiu, berburu penyu, dan menangkap ikan dengan potassium serta bom mulai mengubah kebiasaannya.

“Kepedulian UMM sangat luar biasa. Masyarakat mulai merasakan imbas positif. Berbagai pelatihan dan penyadaran telah dilakukan. UMM juga memberikan alat pengolah rumput laut menjadi tepung dan alat pembuatan snack rumput laut, dengan biaya mencapai sembilan puluh juta rupiah,” ujar Hanip Suprapto, Manager Public Government Affair KEI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement