Kamis 12 Oct 2017 18:49 WIB

KPK Tunda Pemeriksaan Kepala Bakamla RI

Rep: Santi Sopia/ Red: Bayu Hermawan
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Madya TNI Arie Soedewo
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Madya TNI Arie Soedewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda penyidikan terhadap Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Ari Soedewo. Kepala Bakamla RI rencananya akan diperiksa sebagai saksi terhadap mantan pejabat Bakamla RI, NH yang terjerat kasus pengadaan satelit monitoring.

Kasubbag Humas Bakamla RI Mayor Marinir Mardiono mengatakan, penundaan penyidikan merupakan kesepakatan bersama. Penyidikan ditunda karena penyidik KPK tengah menjalani tugas lain.

"Kepala Bakamla RI menunggu jadwal revisi pemanggilan selanjutnya," kata Mardiono dalam siaran pers, Kamis (12/10).

Sebelumnya Laksdya TNI Ari Soedewo memenuhi panggilan KPK di Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI), Mabes TNI, CIlangkap, Jakarta Timur pada Rabu (11/10) lalu. "Pemenuhan panggilan itu sebagai bentuk dukungan positif terhadap proses hukum yang sedang berlangsung untuk menyelesaikan kasus ini," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, KPK akan memeriksa Kepala Bakamla RI Laksamana Madya Arie Soedewo, terkait kasus korupsi proyek pengadaan "satellite monitoring" di Bakamla Tahun Anggaran 2016. Arie akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nofel Hasan.

Nofel Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Nofel Hasan disebut menerima 104.500 dolar Singapura terkait pengadaan "satellite monitoring" senilai total Rp222,43 miliar tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement