Kamis 12 Oct 2017 18:40 WIB

Pukat Minta Densus Tipikor Polri tidak Tebang Pilih

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Aksi antikorupsi (ilustrasi)
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Aksi antikorupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menilai, Densus Tindak Pidana Korupsi Polri jangan tebang pilih dalam memberantas korupsi. Densus jangan sampai melindungi anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana tersebut.

"Pada dasarnya kalau Polri ingin buat Densus Tipikor itu bagus dengan tujuan memberantas korupsi. Tapi jangan sampai Densus ini malah akan melindungi korps Polri, misalnya kalau ada anggota yang melakukan korupsi," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (12/10).

Hifdzil juga mengatakan, pembentukan Densus Tipikor Polri itu juga tetap harus memperhatikan Undang-undang yang berlaku, khususnya UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsin (KPK). Berdasarkan UU tersebut, KPK berwenang mengambil alih kasus yang ditangani penegak hukum lain seperti kepolisian tapi tidak bisa sebaliknya.

Hifdzil mencontohkan, saat Densus Tipikor Polri menangani suatu kasus yang dianggap KPK dapat menimbulkan konflik kepentingan jika ditangani Densus, maka KPK berwenang mengambil alih kasus tersebut. Dalam kondisi demikian, lanjut Hifdzil, Densus Tipikor pun harus menyerahkannya. Jika tidak, maka tindakan tersebut bertentangan dengan UU KPK.

"Kalau Densus itu dibentuk, yang harus dilakukan pertama kali, terkait apakah Densus nanti bisa berkoordinasi dengan KPK atau tidak. Kalau tidak bisa, ya enggak perlu dibentuk," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement