Kamis 12 Oct 2017 04:33 WIB

Membaca Arah Langkah Gatot Nurmantyo

Arif Supriyono, wartawan Republika
Foto:

Apa sebenarnya yang melatarbelakangi tindakan Panglima TNI Gatot Nurmantyo sehingga seolah berbeda sikap dengan kapolri maupun sang pemegang kekuasan tertinggi? Pertama, Gatot memiliki komitmen utuh dan utama untuk kepentingan NKRI. Menjaga umat Islam agar tak bersikap di luar kendali dengan cara merangkul mereka --tanpa memusuhi-- adalah pillihan yang dijadikan pijakan dalam bersikap. Dengan jumlah terbesar dari penduduk Indonesia, panglima tentu merasa perlu untuk senantiasa berada bersama mereka. Kehancuran bagi umat juga bermakna kehancuran dan perpecahan bagi negeri ini.

Kemungkinan kedua, panglima menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap umat dan ulama. Ia pun yakin, umat Islam tak akan mungkin makar atau menghancurkan kesepakatan pembentukan negara yang mereke pelopori. Dalam pelbagai kesempatan, ia selalu mengutarakan, kemerdekaan negara ini tak bisa lepas dari peran besar umat dan ulama dalam menghadapi penjajah. Lantaran itu, ia tak yakin adanya kabar bahwa umat Islam akan berencana melakukan kudeta dalam situasi negara yang aman-aman saja.

Dua kemungkinan itu, barangkali tak terlalu mengkhawatirkan bagi presiden sehingga tak perlu harus mengambil sikap untuk mengganti panglima TNI. Justru Jokowi diuntungkan dengan sikap panglima TNI tersebut, karena hal itu berarti ketidaksukaan umat terhadap pemerintah sekarang bisa teredam dengan keberpihakan yang diperlihatkan Gatot pada umat.

Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo bersama Presiden Jokowi. (Foto: Republika/ Wihdan Hidayat)

Kemungkinan lain adalah sikap dan tindakan panglima ini memang merupakan upaya dia untuk membangun jejak politik ke depan. Dengan memberi simpati kepada umat Islam yang merupakan mayoritas di negeri ini, disadari atau tidak, sejatinya dia telah berupaya meraih dukungan yang luar biasa. Ini bisa menjadi modal tak ternilai andai Gatot berniat ikut kompetisi dalam pilpres mendatang.

Jika memang Gatot bermain-main untuk membangun dukungan politik, mengapa Jokowi tidak juga mengambil sikap? Jokowi harus berhitung matang jika memberhentikan Gatot Nurmantyo yang pada Maret 2018 akan pensiun. Memberhentikan Gatot di saat sekarang ini justru akan kian menjauhi simpati umat Islam. Ini karena Gatot sudah mampu masuk ke ulu hati umat.

Di samping itu, goncangan pasti terasa di tubuh TNI bila panglimanya diganti oleh hal-hal di luar kelaziman. Ini tentu akan lebih baik dihindari presiden dalam situasi yang banyak pihak sudah berancang-ancang untuk menyambut pemilu. Konsolidasi Jokowi yang juga berharap untuk bisa maju lagi dalam pilpres mendatang akan bisa terganggu.

Prakiraan lain, bukan tidak mungkin ada masukan kepada Jokowi agar mengamati saja segala kiprah dan sikap Gatot Nurmantyo. Toh dia belum memberi tanda-tanda untuk melabuhkan diri dan bergabung dengan kekuatan politik tertentu. Bila dia melangkah terlalu jauh, tinggal ditiup saja peluitnya dan agar kembali ke jalan yang benar.

Membiarkan Gatot menjalin hubungan erat dengan kalangan Islam juga memberi manfaat lain bagi presiden. Bukan tidak mungkin, jika simpati pada Gatot Nurmantyo cukup memadai, Jokowi tinggal menawarkan posisi sebagai cawapres saja dengan iming-iming, periode berikutnya bisa maju sendiri sebagai capres. Jangan-jangan, kondisi seperti itu sudah dipahami kedua belah pihak. Kita hanya bisa menerka-nerka atau membaca saja langkah yang akan mereka tempuh. Wallahu 'alam bisshowab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement