REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menjelaskan soal pentingnya menggunakan politik sebagai alat perjuangan. Hal tersebut disampaikannya di hadapan ratusan kader "banteng", di Garut, Selasa (10/10).
Tetapi, katanya mengingatkan, berpolitik tidak selalu berarti kekuasaan karena politik juga soal kebudayaan dan bagaimana memastikan bekerjanya ekonomi gotong royong di tengah rakyat.
"Politik itu tidak semata kekuasaan dan merebut kekuasaan. Politik juga soal kebudayaan; soal disiplin; soal tertib untuk tidak membuang sampah di selokan atau sungai. Politik merupakan keseluruhan hal tentang kehidupan dan penghidupan rakyat jelata", kata Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat memberi arahan pada acara "Konsolidasi Organisasi Internal Partai" di Graha Intan Balarea, Garut, Jawa Barat, dalam keterangannya.
Memelihara lingkungan tetap bersih, lanjut Hasto, merupakan salah satu faktor penting agar alam raya Indonesia yang begitu indah dapat terawat baik. PDI Perjuangan bertekad membumikan politik guna menjawab berbagai persoalan rakyat bawah. PDI Perjuangan juga menaruh perhatian terhadap upaya menjaga kebersihan sungai.
"Sungai adalah halaman terdepan kita. Jangan pernah buang sampah di sungai. Buanglah sampah pada tempatnya, agar kita terbiasa hidup bersih. Bersih secara lahir dan batin," kata Hasto mengingatkan.
Menjelaskan soal politik dan budaya, Hasto mencoba mengangkat kembali ruh perjuangan partai yang berasal dari wong cilik. "Jangan pernah menyakiti rakyat kecil. Mereka harus menjadi dasar kebijakan politik partai", kata Hasto sambil menjelaskan tayangan film pendek berjudul "Bung Karno: Aku Melihat Indonesia".
Hasto mengatakan, penting bagi partai untuk menjadikan wong cilik sebagai tempat berkhidmat.
"Berpartai harus memikirkan kesejahteraan rakyat. Partai jangan ramai saat menjelang pilkada saja. Partai harusnya berjuang membangun peradaban. Sekolah Partai, kaderisasi kepemimpinan Partai dan sekolah para calon kepala daerah adalah jalan politik membangun peradaban yang menjadi ciri PDI Perjuangan," bebernya.
Warga PDI Perjuangan, lanjut Hasto, mewarisi semangat nasionalisme yang telah dibangun oleh Bung Karno untuk bangsa ini. Dengan rekam sejarah yang panjang itu, maka semangat kepartaian tidak seharusnya melemah.
"Dan untuk membumikan Pancasila, maka mestinya nasionalisme kita harus terus berkobar-kobar," terang Hasto dalam keterangannya.
Dalam penjelasan tentang Pancasila, Hasto menegaskan betapa Pancasila hadir sebagai pemersatu bangsa yang majemuk ini. Indonesia hanya mungkin tetap utuh, kata Hasto, kalau bangsa ini istiqamah mengikuti jalan Pancasila agar semakin berdaulat, berdikari dan berkebudayaan. Pada kesempatan tersebut, Hasto juga menjelaskan pentingnya kader memahami bagaimana sejarah mencatat kedekatan Bung Karno dengan Muhammadiyan dan NU.
"Api nasionalisme Islam Bung Karno mampu menekan pimpinan Uni Sovyet saat itu untuk menemukan makam Imam Al Buchori," jelasnya.
Juga dengan Ibu Megawati, sangat menaruh perhatian yang sangat besar terhadap Muhammadiyah dan NU. Hal ini sebagai kelanjutan tradisi Bung Karno yang belajar Islam dengan ulama-ulama besar Islam seperti HOS Tjokroaminoto, KH Hasyim Asyari dan KH Achmad Dahlan.
"Dalam alam pikirnya, Bung Karno banyak mengambil inspirasi dari Muhammadiyah dan dalam kultur beragama yang berkebudayaan Bung Karno dekat dengan NU," tutur Hasto.
Atas dasar hal tersebut, Hasto meminta agar seluruh kader Partai membangun dialog dan hadir sebagai jembatan persaudaraan bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada akhir acara tersebut diadakan gotong royong untuk pembangunan kantor Partai, dan secara spontan terkumpul dana perjuangan sebesar Rp 550 juta.