Selasa 10 Oct 2017 17:06 WIB

Pemanfaatan Hunian Rusunawa Buruh Belum Optimal

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Rusunawa di Kelurahan Gedanganak, Kecamatan Ungaran Timur.
Foto: Bowo Pribadi
Rusunawa di Kelurahan Gedanganak, Kecamatan Ungaran Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Keberadaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang diperuntukkan bagi para buruh pabrik wilayah di Kelurahan Gedanganak, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, belum optimal.

Sejak diresmikan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Februari tahun lalu, rusunawa ini masih banyak yang belum terisi. Khususnya blok untuk penghuni lajang.

Beberapa penghuni menilai harga sewa bagi pekerja (buruh) lajang dianggap masih terlalu mahal. “Sebagian, memang mengatakan sewa di rusun ini masih memberatkan buat mereka,” kata Riza (19 tahun), salah seorang penghuni blok lajang, Selasa (10/10).

Ia menuturkan, untuk blok buruh lajang di rusunawa ini terdiri dari empat lantai dengan jumlah kamar (ruangan) tipe 24 sebanyak 104 unit. Hingga saat ini baru sekitar 22 ruangan yang telah dihuni dan sisanya masih dibiarkan kosong.

Khusus blok ini sebenarnya memang diperuntukkan bagi buruh perempuan. Namun di lantai empat blok ini belakangan juga disewakan untuk penghuni pria. Kendati begitu, rusunawa khusus buruh lajang ini juga belum kunjung terisi.

Di blok ini, lanjut Riza, ia mendapatkan fasilitas tempat tidur dan kamar mandi. Air untuk kebutuhan sehari- hari juga lancar. Untuk menempati, saya awalnya hanya diminta menyerahkan uang jaminan.

Untuk lantai 1 sebesar Rp 253 ribu, lantai 2 sebesar Rp 236.500, lantai 3 Rp 220.000, dan untuk lantai 4 sebesar Rp 187 ribu. Di luar jaminan ini, penghuni masih dikenakan biaya listrik serta air bersih.

“Mungkin, bagi sebagian buruh yang perantauan, hal ini dianggap masih terlalu berat. Terutama dengan beban biaya listrik dan air bersih,” jelas buruh pabrik yang telah 10 bulan menempati lantai dasar bolk lajang ini.

Hal ini diamini oleh Wasilah (26), penghuni blok lajang lainnya. Ia menyebutkan sejumlah rekannya di pabrik garmen lebih memilih tempat kos yang ada di sekitar pabrik karena harga sewanya relatif terjangkau.

Apalagi di sekitar pabrik tempatnya bekerja juga masih banyak kamar-kamar yang disewakan dengan rata-rata berkisar Rp 300 ribu per bulan. Salah satu pertimbangannya, tempat kos lebih dekat dengan tempat kerja.

Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Semarang, Supratmono, mengatakan dulunya yang blok lajang diperuntukkan bagi pekerja perempuan sesuai dengan permintaan dari Kementerian Tenaga Kerja.

Hal ini berdasarkan perhitungan di kawasan Gedanganak terdapat sejumlah perusahaan garmen dengan mayoritas pekerja perempuan. Namun yang berminat tinggal di rusunawa hanya sedikit dan mereka lebih memilih tinggal kontrakan yang umumnya menyatu dengan rumah penduduk.

”Jadi kami luruskan jika keberadaan rusunawa ini tidak optimal, namun karena para pekerja belum memanfaatkan hunian yang dibangun pemerintah pusat ini,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement