Selasa 10 Oct 2017 15:26 WIB

Sekitar 68 Persen Pasien Infeksi Kornea Terlambat Berobat

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Endro Yuwanto
RSUP Dr Sardjito
RSUP Dr Sardjito

REPUBLIKA.CO.ID,  YOGYAKARTA -- Infeksi kornea merupakan salah satu dari beberapa penyebab kebutaan. Karena itu diperlukan kewaspadaan untuk deteksi dini infeksi kornea.

"Apabila luka kornea masih kecil dan ditangani secara cepat, tentu menghasilkan kondisi yang baik," kata spesialis ophthamologi masyarakat Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UGM Prof Suhardjo dalam jumpa pers Peringatan Hari Penglihatan Sedunia dengan tema "Mata Sehat, Investasi Bangsa," di Ruang Kuliah Poliklinik Mata RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, Selasa (10/10).

Sebagian besar infeksi kornea didahului oleh kecelakaan kerja pada petani, terkena bahan kimia khususnya golongan alkalis. "Kebanyakan pasien yang kami temui petani karena kena rumput, padi gerabah, dan di Sleman karena duri pohon salak. Di samping itu karena lensa kontak juga mulai banyak ditemui karena terlambat melepas. Maksimal enam jam, tetapi kadang ketiduran, sehingga mengakibatkan iritasi," ujar Suhardjo.

Karena itu untuk mencegah jangan sampai komplikasi yang berat, kata Suhardjo, maka jika kornea mengalami iritasi langsung diobati. "Tanda-tanda adanya infeksi kornea antara lain, mata merah dan putih di tengahnya," ucapnya.

Di RSUP Sardjito, terdapat alat berupa PACX Collagen Cross Linking yang mampu mempercepat penyembuhan infeksi kornea. Alat ini juga mampu mengurangi silinder yang besar pada beberapa kasus anak. "Di Indonesia, hanya ada dua alat seperti itu yakni di RSUP Dr Sardjito dan Jakarta Eye Center," ungkap spesialis ophthamologi komunitas ini.

Lebih lanjut Prof Hardjo, sapaan Suhardjo, menyatakan, penanggulangan kebutaan kornea sebagai besar membutuhkan pencangkokan kornea. Padahal ketersediaan donor kornea di Indonesia termasuk langka. Donor kornea di Indonesia lebih dari 85 persen masih menunggu sumbangan dari beberapa Bank Mata di Amerika Serikat, Filipina, Nepal, dan Srilangka.

Sumbangan donor kornea, Prof Hardjo menambahkan, juga membutuhkan cost service yang relatif mahal. BPJS sampai saat ini belum berkenan mengganti cost service donor kornea. "Tetapi kami tetap bersyukur BPJS membiayai biaya operasi dan obat-obatan untuk pencangkokan kornea di RS rujukan fasilitas kesehatan tingkat III," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement