Selasa 10 Oct 2017 07:16 WIB

Soal Reklamasi Jakarta, Daerah Lain Bisa Tiru

Rep: Ronggo Astungkoro, Intan Pratiwi / Red: Elba Damhuri
Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) Muara Angke melakukan aksi di depan ruang sidang pembahasan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL) reklamasi dan pembangunan di atas Pulau G di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Selasa (11/7).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) Muara Angke melakukan aksi di depan ruang sidang pembahasan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL) reklamasi dan pembangunan di atas Pulau G di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Selasa (11/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap pemerintah pusat yang mendukung penuh reklamasi Teluk Jakarta dinilai bisa jadi preseden yang bakal ditiru daerah-daerah lain yang hendak melakukan reklamasi. Pelanggaran-pelanggaran hukum yang ditoleransi juga bakal ditiru.

Pakar tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga menyebutkan, ada tiga hal yang harus diingat dan diperhatikan dari penghentian moratorium pulau reklamasi. Di antaranya, penyelarasan aturan, evaluasi syarat, dan audit lingkungan.

"Penyelarasan aturan, aturan yang berlaku kemarin /kan sebetulnya sudah banyak dilanggar. Bahkan sampai sekarang pun, raperda (rancangan peraturan daerah) tentang tata ruang yang membawahi pembangunan atau peruntukan itu belum dibuat," kata Nirwono Yoga kepada Republika, Senin (9/10).

Ia mengingatkan, apa yang terjadi di Jakarta bisa dicontoh oleh daerah lain yang juga sedang melakukan reklamasi. Saat ini, lanjut dia, paling tidak ada 10 daerah di Indonesia yang juga sedang giat melakukan reklamasi. "Itu isunya sama. Jelas apa yang terjadi di Jakarta akan diikuti oleh daerah-daerah itu. Contoh yang paling mudah itu pelanggaran," tutur dia.

Pelanggaran yang ia maksud adalah soal izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dan lainnya. Menurut Norwono, pihak-pihak di daerah bisa jadi berpikir bahwa izin-izin tersebut bisa dibereskan nanti belakangan, sementara proyek dijalankan dahulu seperti di Jakarta.

Menurut dia, hal itu yang seharusnya dipikirkan juga oleh Kemenko Kemaritiman. "Jangan hanya Jakarta saja yang dipikirkan, tapi juga efek terhadap reklamasi di daerah lain," kata Nirwono.

Sejauh ini soal amdal dan KLHS reklamasi Teluk Jakarta tidak pernah dijabarkan atau diumumkan ke publik. Contohnya, kata dia, sampai sekarang publik belum diberi penjelasan mengapa harus dibangun 17 pulau reklamasi alih-alih jumlah lainnya.

Bahkan, lanjut Nirwono, 17 pulau tersebut sudah dikavling-kavling. Meski sudah dibagi menjadi subkawasan barat, tengah, dan timur, publik juga tak diberi penjelasan mengapa tiba-tiba pulau tertentu sudah dipegang oleh perusahaan tertentu.

Selanjutnya, Nirwono menyebutkan, sampai saat ini juga belum diumumkan audit lingkungan dari pulau reklamasi. Audit lingkungan itu terdiri atas tiga aspek, yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pihaknya akan menjelaskan secara detail persoalan reklamasi kepada publik pascakepulangannya dari lawatan ke Amerika pekan depan. Namun, Luhut secara tegas menyatakan bahwa tak ada persoalan apa pun dalam reklamasi.

Ia berkeras, keputusannya dalam mencabut morotarium reklamasi sudah sesuai dengan aturan yang berlaku di negara. “Saya sudah tanda tangani pada hari Kamis (5/10). Karena, semua ketentuan yang berlaku dari semua kementerian/lembaga yang terlibat itu tidak ada masalah," ujar Luhut di kantornya, kemarin.

Menko Kemaritiman juga menyangkal tudingan yang menyatakan bahwa reklamasi sarat akan persoalan amdal. Ia mengatakan, persoalan amdal telah selesai dari bulan lalu, begitu juga persoalan singgungan dengan proyek PT PLN dan PT Pertamina.

Ia juga menegaskan, sudah memastikan kepada pengembang terkait komitmen mereka dalam melanjutkan pembangunan di wilayah reklamasi. Ia mengatakan, pembangunan tersebut harus terus dilanjutkan karena nilai kerugian yang harus ditanggung negara akan jauh lebih besar jika proyek reklamasi mandek.

Ia membantah bahwa persoalan reklmasi ini sarat atas kepentingan politik uang atau merupakan proyek bagi-bagi jatah. Reklamasi murni merupakan proyek untuk kebaikan semua pihak melihat adanya penurunan air tanah di Jakarta.

(Tulisan ini diolah oleh Fitriyan Zamzami)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement