REPUBLIKA.CO.ID, PADANG — Sebanyak 30 persen informasi razia pertambangan oleh Dinas Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Sumatra Barat sepanjangtahun ini terlanjur bocor ke publik lebih dulu.
Sejumlah razia pertambangan di Sumatra Barat, termasuk di Kabupaten Solok, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Sijunjung dan Pesisir Selatan, diduga sempat bocor kepada pelaku usaha yang melanggar aturan.
Akibatnya, tak semua razia yang dilakukan berhasil menemukan penyimpangan-penyimpangan praktik pertambangan oleh pengusaha nakal. Dalam aksi razia tersebut, tidak ditemukan kegiatan penambangan dan barang bukti yang bisa memberatkan pelaku.
Kepala Dinas Polisi Pamong Praja dan Damkar Provinsi Sumbar Zul Aliman mengungkapkan bocornya informasi razia ini bisa saja dilakukan oleh oknum internal yang berkoordinasi dengan Satpol PP dalam merancang razia. Zul enggan menyebutkan secara gamblang pihak mana yang berpotensi membocorkan informasi razia.
Namun, ia menekankan kecil kemungkinan hal tersebut dilakukan oleh internal Satpol PP sendiri. Alasannya, Dinas Pol PP Provinsi Sumbar sendiri tidak memiliki koneksi dengan para pelaku usaha tambang yang pengurusan izinnya sempat dilakukan di tingkat kabupaten/kota.
"Kami duga dari oknum dari dalam dan kemungkinan dari daerah yang akan kami tertibkan. Sebab, koneksi dari penambang yang ada di daerah pasti ada pada mereka," ujar Zul yang juga menjabat Koordinator Tim Terpadu Pengawasan Pertambangan Ilegal Sumbar, Senin (9/10).
Zul mengatakan, praktik pembocoran informasi razia di daerah diduga dilakukan oleh oknum di daerah untuk mengamankan koneksinya. Praktik kotor seperti ini lah, lanjutnya, yang membuat pihaknya mengupayakan pengetatan koordinasi, baik internal Dinas Pol PP Sumbar atau dengan pihak lainnya di lapangan yang ikut membantu proses razia.
"Ini sifat timbal balik. Karena, penambang butuh menyelamatkan usahanya. Dan, oknum ini membutuhkan kontribusi dari penambang. Ini yang akan dilacak siapa oknum yang membocorkan ini," ujar Zul.
Zul menegaskan, ia selalu mewanti-wanti kepada seluruh anak buahnya untuk tidak membocorkan secuil pun informasi razia kepada publik. Bahkan Dinas Pol PP Sumbar terbiasa mengumpulkan seluruh alat komunikasi sebelum melakukan razia.
Zul juga siap memberhentikan secara tak hormat anggotanya bila ditemukan dan terbukti melakukan 'kong-kalikong' dengan oknum pengusaha nakal. "Akan saya pecat. Jika ada anggota saya yang membocorkan kerahasiaan razia pada seseorang. Dan, akan langsung saya laporkan kepada Bapak Gubernur untuk mengambil langkah selanjutnya terkait dengan anggotanya tersebut," katanya.
Janji evaluasi
Zul berjanji untuk menindaklanjuti kondisi ini akan melakukan evaluasi tingkat provinsi bersama seluruh pemangku kepentingan. "Kami tim akan melakukan evaluasi untuk mengantisipasi kebocoran setiap razia penertiban tambang di Kabupaten/Kota yang ada di Sumbar," katanya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Tim Terpadu Pengawasan Pertambangan Ilegal Sumbar, tak sedikit pelanggaran yang dilakukan oleh oknum pengusaha tambang dan bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Sumatra Barat.
Rinciannya, per 31 Maret 2017 terdapat 14 titik pertambangan ilegal yang terpantau di Sumatra Barat. Seluruh praktik tambang yang melanggar aturan tersebut tersebar di Kabupaten Pariaman sebanyak delapan lokasi, Kabupaten Sijunjung terdapat dua lokasi, Kota Padang ditemukan satu lokasi, dan Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan delapan lokasi.
Kemudian pada 4 Mei 2017 ditemukan tiga lokasi pertambangan ilegal di Kabupaten Dharmasraya. Selanjutnya pada 31 Juli 2017 Pemprov Sumbar mengidentifikasi adanya 12 lokasi pertambangan ilegal di Kabupaten Padang Pariaman. Terakhir, pada 4 Agustus 2017, ditemukan satu lokasi pertambangan ilegal di Kabupaten Pasaman.
Seluruh pertambangan ilegal di Sumatra Barat bervariasi jenis mineral tambangnya. Sebagian besar merupakan tambang pasir dan batu, serta beberapa titik merupakan penambangan emas.
Sebelumnya, Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno menjelaskan bahwa pencabutan IUP non-CnC (Clean and Clear) terus diupayakan oleh pemerintah. Hanya saja, lanjutnya, hal tersebut tidak bisa dilakukan secara gegabah lantaran harus ada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Ditjen Minerba Kementerian ESDM.
Irwan menjelaskan, peran pemerintah pusat dibutuhkan lantaran izin pertambangan sebelumnya dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Artinya, pencabutan IUP pun juga seharusnya dilakukan oleh level kabupaten/kota. Hanya saja saat ini keputusan terkait pencabutan IUP diserahkan kepada pimpinan provinsi dan masih menunggu aturan turunan dari pusat.
"Nah ini kalau kabupaten yang keluarkan izin, namun provinsi yang mencabut tanpa dasar hukum yang ada, salah. Bisa masuk pidana. Pidana karena menyalahi kewenangan. Bukan kewenangan saya, walupun faktanya sudah termasuk kategori yang perlu dicabut," jelas Irwan.
Irwan menegaskan pihak pemprov telah berkirim surat dengan Kementrian ESDM terkait permohonan pencabutan IUP non-CnC. Berdasarkan data Dinas ESDM Sumatra Barat, hingga saat ini terdapat 213 IUP yang berlokasi di Sumatra Barat. Sebanyak 83 IUP di antaranya berstatus CnC dan 130 sisanya masih non-CnC. Berdasarkan angka tersebut, 26 dari 130 IUP non-CnC terpantau belum habis masa izinnya.
Kepala Dinas ESDM Sumatra Barat Heri Martinus mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihaknya masih dalam proses pencabutan dan pembatalan seluruh 130 IUP yang ditetapkan non-CnC. Heri menegaskan, seluruh IUP non-CnC saat ini tidak ada yang menjalankan operasinya.
“Kami sekarang melalui DPM PTSP sedang memproses pembatalan atau pencabutan IUP yang non-CnC. Dan yang non-CnC ini tidak ada yang beroperasi," katanya.