Ahad 08 Oct 2017 19:58 WIB

Tokoh Senior Golkar: Perlu Reformasi Kepemimpinan Partai

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Tokoh senior Partai Golkar Hajriyanto Y. Thohari.
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Tokoh senior Partai Golkar Hajriyanto Y. Thohari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Elektabilitas Partai Golkar dikatakan stagnan bahkan cenderung menurun dalam beberapa waktu terakhir. Kini, di bawah kepemimpinan Setya Novanto sebagaimana hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), elektabilitas Partai Golkar berangsur menurun sejak akhir Desember 2015 dari 12,3 persen menjadi 11,4 persen pada September 2017.

Menurut politikus senior Partai Golkar, Hajriyanto Y Thohari, penurunan elektabilitas partai berlambang pohon beringin tersebut memang paling besar dipengaruhi beberapa kader yang terlibat kasus dugaan korupsi. Salah satu yang paling pengaruh saat Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek KTP-elektronik.

Hajriyanto menilai, meskipun secara legal formal status Novanto sudah digugurkan oleh putusan praperadilan, hal tersebut tetap berpengaruh. "Meskipun kasus yang menimpa Ketua umum Golkar sudah selesai karena dia dimenangkan praperadilan tetapi sebagai opini itu masih tertanam kuat di benak publik terkait dengan segala spekulasi yang menyertainya," ujar Hajriyanto saat dihubungi pada Ahad (8/10).

Selain itu, ia menilai faktor lainnya yang mempengaruhi penurunan tersebut lantaran sikap Partai Golkar yang dianggap kerap berubah. Hal ini juga menurut dia, membuat pandangan masyarakat dan kepercayaan kepada Golkar terus merosot.

Karenanya, Hajriyanto menilai saat ini yang dibutuhkan partai golkar adalah reformasi kepemimpinan untuk menyelamatkan Partai Golkar. "Perlu ada sebuah pembaruan kepemimpinan partai, sehingga Partai Golkar betul-betul memiliki wajah baru. Sebab waktunya sudah deket 2018, sudah penuh hingar bingar politik sementara 2019 tahun berikutnya, makanya diperlukan reformasi kepemimpinan, bukan hanya ketua umum tapi kepemimpinan semuanya," ujar mantan Wakil Ketua MPR tersebut.

Namun ia menekankan, pergantian kepemimpinan tersebut bukan berarti hanya pada posisi ketua umum semata. Sebab, persoalan Partai Golkar tidak kemudian selesai dengan pergantian posisi ketua umum saja. "Saya menekankan revitalisasi kepemimpinan, jadi jangan sampai ada pikiran hanya ketum diganti lalu persoalan akan selesai dan Golkar akan recovery, tentu belum atau ekstremnya tidak," ujar

Namun, ia mengungkap, perubahan itu bisa dilakukan jika didukung keinginan yang kuat oleh jajaran kader terutama didukung oleh DPD I Partai Golkar. Ia menegaskan, tak cukup hanya segelintir para elit di jajaran DPP Partai Golkar. "Kalau mau perubahan itu nggak bisa hanya segelintir elit di Jakarta harus digerakkan oleh elit Golkar di daerah-daerah. Terutama di sini adalah pemegang kunci adalah DPD 1 se Indonesia lalu nanti didukung ormas sayap golkar atau ormas di Golkar,"

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement