REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim sinkronisasi pasangan gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan-Sandiaga Uno menyatakan tak akan mengubah sikap terkait reklamasi Teluk Jakarta. Sampai saat ini, gubernur dan wakil gubernur DKI terpilih itu tetap menolak kelanjutan reklamasi oleh pihak swasta.
Anggota Tim Sinkronisasi Edriana Noerdin mengatakan, usai dilantik pada 16 Oktober nanti, pasangan pemenang Pilkada DKI 2017 ini akan menyatakan sikapnya ke publik yang dalam masa kampanye menyatakan menolak reklamasi. Rekomendasi final dari tim sinkronisasi, kata dia, tetap tidak melanjutkan pengurukan di pesisir utara Jakarta itu.
"Kita tunggu sebentar lagi insya Allah Anies-Sandi akan dilantik, nanti mereka akan menyatakan sikap resmi yang sampai saat ini belum berubah (menolak reklamasi)," kata Edriana kepada Republika, Jumat (6/10).
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menyesalkan pencabutan moratorium reklamasi oleh Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. "KSTJ sejak awal telah mencurigai kehadiran Luhut Pandjaitan sebagai menko kemaritiman akan memuluskan kembali kelangsungan reklamasi," kata Deputi Hukum dan Kebijakan KIARA Tigor Hutapea yang menjadi bagian dari KSTJ.
Tigor mengatakan, hal ini ditunjukkan dengan tertutup rapatnya seluruh informasi pembahasan reklamasi. Pemerintah tidak pernah melibatkan pihak-pihak yang menolak reklamasi dalam kajian selama proses moratorium.
KSTJ yang terdiri atas organisasi nelayan, akademisi, mahasiwa, perempuan, dan aktivis lingkungan hidup tidak pernah didengar pendapatnya. "Berbagai surat penolakan reklamasi, berbagai upaya informasi publik tidak pernah direspons, ini adalah sikap negatif dari pemerintah kepada masyarakat," ujar dia.
KSTJ, lanjut Tigor, mempertanyakan alasan Luhut mencabut moratorium. Sikap ini sangat berbeda dengan yang terjadi pada 30 Juni 2016. Saat itu, Menko Kemaritiman Rizal Ramli mengumumkan ke publik telah terjadi pelanggaran berat atas pembangunan pulau reklamasi, khususnya Pulau G.
Saat itu rekomendasi memutuskan pembangunan Pulau G tidak dilanjutkan. Alasannya sangat jelas, pembangunan Pulau G telah berdampak pada kehidupan nelayan, rusaknya lingkungan, terganggunya proyek PT PLN, serta proses perizinan yang melanggar hukum.
KSTJ mengingatkan kepada pemerintah dampak yang terjadi apabila reklamasi dilanjutkan. Dampak tidak hanya dirasakan di daerah reklamasi, tetapi juga di daerah asal pengambilan material. Diperkirakan, akan muncul konflik agraria, kerusakan lingkungan, dan krisis iklim.
Saat moratorium reklamasi, kata Tigor, KSTJ menemukan fakta terjadi peningkatan jumlah tangkapan, baik ikan maupun kerang hijau, yang tentunya berdampak pada kehidupan nelayan.
Tak hanya soal lingkungan, pekan lalu Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, pihaknya masih mempelajari permintaan pendapat atas kelanjutan pembahasan dua rancangan peraturan daerah (raperda) tentang reklamasi Teluk Jakarta yang diajukan Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat.
Saat ini, DPRD DKI masih menahan pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantura Jakarta dan Raperda Soal Rencana Zonasi Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Kedua aturan itu merupakan payung hukum untuk melakukan pembangunan di 17 pulau reklamasi.
Sebelumnya, pemerintah pusat telah mencabut sanksi administratif atas pembangunan Pulau C dan D yang dilakukan PT Kapuk Naga Indah. Sebelum pencabutan sanksi, sertifikat hak guna bangunan (HGB) untuk Pulau D telah diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara.
Terbitnya HGB untuk PT Kapuk Naga Indah menyusul keluarnya sertifikat HPL (Hak Pengelolaan Lahan) pulau reklamasi terhadap Pemprov DKI Jakarta. Dengan begitu, Kapuk Naga Indah selaku anak perusahaan Agung Sedayu Group menjadi memiliki hak untuk meminta pencabutan moratorium reklamasi dan pengembangan Pulau C dan D.
Sertifikat untuk Pulau 2A (Pulau D) itu diberikan kepada PT Kapuk Naga Indah sebagai pengembang pulau hasil reklamasi tersebut. Sertifikat HGB bernomor 6226 itu dikeluarkan tanpa ada tanggal berakhirnya hak.
Sementara itu, untuk Pulau G, pemerintah masih membahas pencabutan sanksi untuk PT Muara Wisesa Samudra selaku pengembang pulau buatan tersebut. (Diolah oleh Fitriyan Zamzami).