Jumat 06 Oct 2017 12:56 WIB

Golkar dan Kerajaan Majapahit

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago
Foto: Istimewa
Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemecatan yang belakangan ini menjadi tren Partai Golkar, dianggap bukan merupakan habitus partai tersebut. Waktu Golkar untuk melakukan konsolidasi dan konsensus secara kolektif untuk menyelesaikan konflik internalnya dikatakan, hanya tinggal dua bulan ke depan.

"Sangat mahaberbahaya kalau konflik di internal Golkar terus terjadi. Sekarang bandul politik ada di internal pengurus Golkar itu sendiri," ungkap pengamat politik dari Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago kepada Republika.co.id, Jumat (6/10).

Menurut Pangi, harus ada itikad baik dari semua elite penentu di Golkar untuk tidak lagi mempertahankan konflik di Golkar. Ia pun menuturkan, pengurus Golkar harus melakukan konsensus bersama dengan mengundang dan melibatkan elite penentu.

"Seperti Akbar Tanjung, ARB, BJ Habibie, Agung Laksono, dan lainnya. Konflik ini harus segera disudahi dan tak lagi dipertahankan. Sudah habis energi golkar, bagaimana mesin partai bisa bekerja maksimal kalau mesin parpol panas dingin terus," kata dia.

Pangi mengatakan, pemecatan yang belakangan ini menjadi tren di Partai Golkar bukanlah habitus partai berwarna kuning itu. Oleh karena itu, menurutnya, pemecatan-pemecatan seperti itu jangan diteruskan.

"Tapi, selama pemecatan lebih kuat alasannya untuk pendisiplinan kader, saya yakin pada akhirnya akan kembali dipulihkan nama baiknya dan kembali menjadi kader penuh alias ditarik jadi pengurus," lanjut dia.

Pangi berpikiran, waktu Golkar untuk membereskan masalah internal partai hanya tinggal dua bulan ke depan dengan konsolidasi dan konsensus secara kolektif tadi. Itu supaya Golkar bisa dengan piawai dan mahir keluar dari labirin problem yang sedang menyandera tokoh sentral seperti Setya Novanto.

Ia pun mengatakan, Golkar sebaiknya mengambil pelajaran ke Kerajaan Majapahit. Majapahit hancur dan runtuh bukan karena faktor eksternal, namun karena konflik di internal yang pada akhirnya kerajaan tersebut runtuh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement