REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah tak membantah adanya kerja sama yang dilakukan KPK dengan FBI terkait penanganan kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el). "Benar KPK bekerja sama dan berkoordinasi dengan otoritas di beberapa negara, dengan AS kami lakukan kerja sama dengan FBI terkait dengan pengumpulan dan pencarian bukti," kata Febri, di Gedung KPK, Kamis (5/10).
Menurut Febri, ada bukti-bukti kasus KTP-el yang berada di AS. "Ada juga indikasi aliran dana kepada sejumlah pejabat di Indonesia yang sudah terungkap juga di proses persidangan di AS tersebut dan sebagian juga sudah terungkap di proses persidangan kasus KTP-el yang sedang berjalan di Pengadilan Tipikor di Indonesia," ujar Febri.
Febri melanjutkan, apa yang terungkap tersebut masih akan didalami lebih lanjut oleh KPK. "Kami akan kembali berkoordinasi dengan FBI terkait dengan bukti-bukti yang sudah didapatkan di sana karena di sana ada tuntutan hukum terkait dengan sejumlah kekayaan yang diduga berasal dari kejahatan atau yang diduga ada kejahatan lintas negara di sana tentu kami akan koordinasi lebih lanjut," tambah Febri.
Adanya temuan dalam persidangan di AS itu, sambung Febri, sekaligus semakin menguatkan bahwa bukti-bukti yang ada terkait dengan indikasi korupsi KTP-el akan sangat kuat. Meskipun, bukti-bukti yang KPK ajukan dalam persidangan praperadilan Setya Novanto kemarin secara formil tidak dipandang sebagai alat bukti dalam penyidikan terhadap Novanto.
"Tetapi putusan praperadilan itu mau tidak mau wajib kami hormati dan kami terima dan setelah ini KPK mendalami lebih lanjut aspek formalitas ataupun materil dari kasus-kasus KTP-el ini dan kami akan juga proses pihak-pihak lain, bukti dan kerja sama dari FBI itu menjadi salah satu faktor yang semakin memperkuat penanganan kasus KTP-el yang kami lakukan," tuturnya.
Sebelumnya, dilansir dari laman wehoville.com, menurut laporan agen FBI menyebut, Johannes Marliem pernah memberi jam tangan senilai Rp 1,8 miliar ke Setya Novanto. Hal itu terungkap dalam gugatan yang diajukan Pemerintah Federal Minesotta kepada Marliem.
Penegak hukum di Minesotta ingin menyita aset Marliem sebesar 12 juta dolar AS yang mereka yakini didapatkan melalui skandal yang melibatkan pemerintah Indonesia. Dalam dokumen gugatan tersebut, agen khusus FBI Jonathan Holden menyatakan, Marliem mengakui memberikan sejumlah uang dan benda lain kepada pejabat di Indonesia terkait lelang proyek pengadaan KTP-el pada 2011.
Keterangan itu didapatkan Holden dari pemeriksaan terhadap Marliem pada Agustus 2017. Marliem, menurut pengakuan Agen Holden, mengungkap soal pemberian jam tangan Richard Mille kepada Novanto senilai 135 ribu dolar AS atau sekitar Rp 1,8 miliar. Jam tangan tersebut diberi Marliem di Beverly Hills, Los Angeles.