Selasa 03 Oct 2017 08:54 WIB

Apa yang Kau Cari Jenderal Gatot?

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo bersama Kepala Staf Angkatan menghadiri Upacara Hari Kesaktian Pancasila yang dipimpin Presiden RI Ir. H. Joko Widodo selaku Inspektur Upacara, bertempat di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Ahad (1/10).
Foto:
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo bersama Kepala Staf Angkatan menghadiri Upacara Hari Kesaktian Pancasila yang dipimpin Presiden RI Ir. H. Joko Widodo selaku Inspektur Upacara, bertempat di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Ahad (1/10).

Isu  “penyelundupan” 5.000 senjata untuk instansi di luar TNI-Polri yang  “bocor” ke media menjadi momentum  bagi para penentang  Gatot . Apalagi  Menko Polkam dan Menhan meralatnya. Gatot disebut sebagai jenderal “gaduh,” karena itu harus segera dicopot, atau mengundurkan diri.

Sejauh ini Jokowi belum menanggapi berbagai desakan tersebut.  Dalam pertemuan di istana dengan Wiranto dan Gatot,  Jokowi mengingatkan agar jangan membuat kegaduhan dan masyarakat ditenangkan.

Jika semuanya berjalan normal, maka Gatot baru akan pensiun pada bulan Maret 2018, saat dia berumur 58 tahun. Bila Presiden menghendaki, jabatannya bisa diperpanjang.

Ribut-ribut soal Gatot ini sesungguhnya muaranya pada Pilpres 2019 dan pergulatan politik memperebutkan suara  umat Islam. Sebagai pemilih terbesar, siapapun kandidatnya harus mempertimbangkan suara mayoritas yang dimiliki umat Islam.

Gatot oleh kelompok penentangnya dinilai sengaja mendekat dan merangkul umat Islam untuk mendapat dukungan dan meraup suara pada Pilpres 2019.  Gatot juga disebut-sebut telah menyiapkan tim sukses yang terdiri dari kalangan perwira tinggi, aktivis, akademisi, media dan juga ulama.  Seorang taipan dikabarkan sudah mengucurkan dana untuk pencalonannya. Konsultan politik Denny JA sudah direkrut Gatot. Kabar  yang segera dibantah oleh Denny.

Tudingan bahwa Gatot sudah membentuk tim sukses dan bersiap menghadapi Pilpres 2019 tidaklah berlebihan melihat berbagai langkah politiknya yang  “tidak biasa.” Di Medsos berbagai artikel, meme dan berbagai testimoni tentang Gatot juga bertebaran.

Ucapan Gatot “emang gua pikirin” ketika diwawancarai Karni Ilyas pada Program ILC TV One, hanya dalam hitungan puluhan menit memenya sudah menyebar di medsos. Tampak semuanya sudah dipersiapkan dengan baik. Belakangan gerakan dukungan untuk Gatot itu mulai mendapat perlawanan di medsos.

Jika benar seperti yang dituduhkan para penentangnya, upaya Gatot relatif berhasil. Di berbagai kelompok umat Islam nama Gatot sudah digadang-gadang sebagai capres yang dinilai  sangat berpihak kepada umat.  Dia mulai dijodoh-jodohkan dengan nama sejumlah tokoh. Dua nama yang paling banyak digadang-gadang adalah Gubernur NTB Tuan Guru Bajang dan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (Aher).

Dua gubernur yang dinilai merupakan representasi umat itu,  pada tahun 2018 akan mengakhiri jabatan mereka selama dua periode. Keduanya dinilai cukup sukses dan sudah waktunya naik kelas.

Tuan Guru Bajang merupakan kader Partai Demokrat. Sementara Aher kader PKS. Ganjalannya pada Tuan Guru Bajang adalah adanya putera mahkota Agus Harimurti Yudhoyono di Demokrat  dan jumlah penduduk NTB yang relatif kecil.

Sebaliknya Aher punya keunggulan selain sukses mengendalikan provinsi Jabar yang penduduknya terbesar di Indonesia, dia juga representasi suku Sunda yang merupakan etnis kedua terbesar setelah Jawa.

Meski mendapat dukungan luas, namun di kalangan aktivis Islam masih ada yang mencurigai langkah Gatot sebagai bagian dari strategi besar Jokowi merangkul kembali umat Islam. Berbagai manuver Gatot yang terkesan dibiarkan -- bahkan didukung oleh Jokowi seperti pada kasus Nobar--  merupakan indikasi bahwa semua itu berada dalam kendali Jokowi.

Gatot diduga tengah dipersiapkan  Jokowi untuk menjadi cawapres. Dengan memasang Gatot, Jokowi seperti sekali tepuk mendapat dua lalat: Umat Islam dan TNI!

Waktu yang akan menjawab, apakah berbagai manuver Jenderal Gatot  merupakan langkah yang tulus dan sebuah keberpihakan kepada umat. Atau hanya sebuah strategi politik untuk meraih kekuasaan?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement