REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan permukaan kawah Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, sudah retak yang diperkirakan memiliki panjang mencapai kurang dari 100 meter.
"Kawah memang sudah berubah karena semula kami tidak bisa mengamati solfatara, sekarang sudah bisa diamati," kata Kepala Bidang Mitigasi Gunungapi PVMBG Gede Suantika di Pos Pengamatan Gunungapi Agung di Desa Rendang, Karangasem, Bali, Sabtu (30/9).
Gede menuturkan adanya retakan tersebut diketahui setelah sebelumnya dilakukan pemantauan udara yang dilakukan PVMBG bersama BNPB, Bupati Karangasem dan Dandim Karangasem. Dengan munculnya gas oksida belerang atau solfatara itu, lanjut dia, menandakan bahwa ada perubahan di kawah pada gunung setinggi 3.142 meter.
Dari pengamatan visual PVMBG, Gede menyebutkan ketinggian gas solfatara itu mencapai sekitar 50 meter. Gede lebih lanjut mengungkapkan munculnya solfatara karena kawah yang retak disebabkan karena dorongan panas dari magma gunung yang disucikan umat Hindu itu.
"Kemungkinan bisa erupsi karena ini sudah kritis, sudah status awas," ucap Gede.
Menurut Gede, tingkat kegempaan Gunung Agung masih tinggi dalam seminggu ini yakni untuk vulkanik dalam mencapai lebih dari 500 kali dan vulkanik dangkal mencapai 300 lebih dan tektonik lokal 70 kali.
Sedangkan dari pukul 06.00-12.00 Wita Sabtu ini PVMBG mencatat jumlah kegempaan mencapai vulkanik dalam mencapai 166 kali, vulkanik dangkal 50 dan tektonik mencapai empat kali.
Hingga saat ini Gunung Agung masih berstatus awas yang membuat sekitar 143.840 jiwa orang mengungsi tersebar di 471 titik di seluruh Bali hingga Sabtu (30/9) pukul 12.00 Wita.