REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso menegaskan bahwa senjata yang dimiliki lembaganya dibeli dengan uang negara. Ia juga menerangkan bahwa senjata impor yang dipesan BNN sudah berada di bawah pengawasan lembaga terkait.
"Kita beli senjata dengan uang negara. Bukan uang bandar. Kita beli atas persetujuan DPR, Bappenas," kata jenderal bintang tiga yang pernag menjabat Kepala Bareskrim Mabes Polri tersebut pada Rabu (27/9).
Pria yang akrab disapa Buwas tersebut menerangkan bahwa impor senjata BNN sepenuhnya dipertanggungjawabkan. Pada saat masuk ke wilayah Republik Indonesia pun dikontrol ketat. Ada Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Bea Cukai dan Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Mabes Polri yang mengontrol.
"Senjata itu ada nomer registernya, tidak sama, jadi terdeteksi. Semua senjata ada sidik jarinya. Yang jelas tidak ada senjata ilegal di BNN. Semua tertib," ujar Buwas menanggapi isu senjata ilegal yang santer dihembuskan oleh Panglima TNI.
Buwas juga mengaku ada banyak senjata yang dipesan BNN dari luar negeri. Namun menurutnya jumlah senjata tersebut masih belum mampu mengimbangi kekuatan jaringan narkotika yang dihadapi BNN.
Untuk mengatasi keterbatasan senjata BNN, lembaga tersebut berusaha memanfaatkan senjata TNI dan Polri. Dengan cara bekerja sama dalam penanganan narkotika. "Ramai-ramai kita hantam jaringan ini. Bea cukai juga ada senjata, tapi jumlahnya kecil. Jadi kalau kita gabungkan untuk menghadapi mafia ini, kekuatannya luar biasa," ujar Buwas.
Terkait asal senjata, Buwas tidak menyebut dengan jelas negara mana. Ia hanya mengatakan bahwa senjatanya bisa dari mana saja. Pemesanan senjata, tambahnya, tergantung kebutuhan dan harus dilihar kualitasnya.
Menurut Buwas, kualitas senjata BNN tidak boleh ditolerir. Karena yang dihadapi BNN adalah bandar narkotika. Mereka bersenjata semua. Dan senjata mereka bukan lagi rakitan, tapi pabrikan. Maka BNN harus mengimbangi.
Buwas menuturkan bahwa pemesanan senjata juga harus melihat kondisi keuangan negara. Ia menjelaskan tahap demi tahap pemesanan senjata. "Begini alurnya, saya mengajukan perizinan pengadaan senjata ke presiden, terus disetujui gak sama DPR, kalau disetujui nanti oleh Bappenas dilihat, kebutuhannya berapa. Yang bisa disetujui berapa," jelas Buwas.
Setelah disetujui anggaran dan spesifikasinya, BNN mengajukan izin pemesanan senjata api ke Mabes Polri. Kemudian mengajukan izin impor ke Bea Cukai. Selanjutnya lapor BAIS dan Baintelkam Mabes Polri.
"Baru disetujui bahwa senjata ini keluar dari pelabuhan untuk BNN. Lalu senjata itu masuk ke gudang dan penggunaannya terdata untuk siapa," terang Buwas.
Anggota yang akan memegang senjata juga ada persyaratan khusus. Diantaranya tes psikologi dan kemahiran menembak. Serta harus sesuai bidang tugasnya. "Bukan staf nulis-nulis dikasih senjata. Masa nulis pakai senjata," tutur Buwas.
Penggunaan senjata juga sangat ketat. Misalnya butuh peluru 10 butir untuk operasi, anggota akan dikasih 10 butir. Pada saat operasi selesai, harus kembali sesuai jumlah sebelumnya. Akan ada pemeriksaan peluru jika tidak menembak. "Kalau nembak juga dia bikin laporan pertanggungjawaban," pungkas Buwas.