REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kunjungan Spesifik Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ke Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dalam pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan ruas Tol Binjai-Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, mendapatkan informasi bahwa penyelesaian pembangunan ruas jalan tol tersebut terkendala pembebasan lahan.
Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang memimpin tim ini Achmad Hafisz Tohir, mengatakan hambatan penyelesaian pembangunan jalan ruas Tol Medan Binjai adalah pembebasan lahan. Yaitu yang peruntukkan lahannya tumpang tindih. Misalnya, lahan yang dimiliki dua nama atau lahan yang tidak ada namanya tetapi dikuasai oleh rakyat.
"Ini (kendala pembebasan lahan) yang membuat upaya menyambung pembangunan ruas tol Medan - Binjai menjadi terhambat, sehingga time frame yang kita putuskan menjadi terlambat dan mundur, di lain pihak harga tanah semakin melonjak," ujar Hafisz, dalam siaran persnya, Selasa (26/9)
Menurutnya, pembebasan lahan merupakan akumulasi yang paling besar dari sistem infrastruktur, sehingga penanganan pembahasan lahan harus dilakukan dengan cepat sesuai dengan yang telah direncanakan. Sebenarnya hambatan seperti ini tidak perlu terjadi, kata Hafisz, semestinya sudah dipelajari sejak awal.
"Karena sering terjadi hal seperti ini, yang mengakibatkan jumlah Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) mengeluarkan talangan dana meningkat dari rencana awal, katanya.
Sebelumnya, negara memberikan PMN pembangunan infrastruktur yang cukup besar yaitu Rp 65 triliun. Oleh karena itu, pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian dan diawasi oleh DPR sebagai pertanggungjawaban wakil rakyat, dalam mengawasi uang rakyat tersebut telah dilaksanakan oleh pemerintah.
Dan kunjungan ini, untuk melihat mereka bertanggungjawab terhadap beban APBN yang sudah diberikan kepada mereka. Dalam pengawasan ini akan dicocokan antara proposal yang diajukan dengan yang telah dilaksanakan.