Selasa 26 Sep 2017 06:21 WIB

BNPB: Jangan Sebarkan Berita Hoax Letusan Gunung Agung

Perkembangan Aktivitas Gunung Agung. Kepala Pusat Data Informasi Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho memberikan paparan saat konferensi pers terkait perkembangan terkini Gunung Agung di Gedung BNPB, Jakarta, Senin (25/9).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Perkembangan Aktivitas Gunung Agung. Kepala Pusat Data Informasi Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho memberikan paparan saat konferensi pers terkait perkembangan terkini Gunung Agung di Gedung BNPB, Jakarta, Senin (25/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusdatin dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho meminta masyarakat agar tidak menyebarkan berita palsu atau hoaks (hoax) terkait dengan letusan Gunung Agung di Karangasem, Bali.

"Masyarakat diimbau tidak percaya dan menyebarkan berita yang menyesatkan karena letusan gunung tidak dapat diprediksi," kata Sutopo di Jakarta, Senin (25/9).

Menurut dia, berita palsu dapat menyebabkan kepanikan di tengah masyarakat, terlebih terkait dengan Gunung Agung yang saat ini menunjukkan tanda-tanda akan mengalami erupsi sehingga perlu antisipasi dengan mobilisasi masyarakat sekitar gunung tersebut.

Terdapat kecenderungan, kata dia, masyarakat membagi konten yang tidak dapat dipertanggungjawabkan terkait dengan Gunung Agung. Misalnya, terdapat pesan berantai di media sosial mengenai Gunung Agung yang meletus atau video letusan Gunung Agung. Padahal, konten audio visual itu tidak relevan dengan konteks terkini.

Letusan gunung, kata dia, tidak dapat diprediksi sebagaimana Gunung Agung yang hingga saat ini telah memasuki masa kritis di level awas. Hanya saja gunung akan memberi petanda tertentu jika akan meletus, seperti seringnya terjadi gempa. Umumnya, jika terjadi gempa tremor atau getaran di tanah secara terus-menerus dalam waktu lama maka letusan akan terjadi dalam waktu dekat.

Sutopo menyebutkan jumlah pengungsi saat ini lebih dari 48.000 jiwa dengan sebagian besar adalah penduduk yang tinggal di sekitar Gunung Agung dalam radius 6 sampai dengan 12 kilometer dari gunung. Sedikitnya, terdapat 301 titik posko pengungsian yang tersebar di sembilan kabupaten di Bali.

Masyarakat, kata dia, mengungsi ke berbagai tempat seperti fasilitas umum, tempat ibadah, dan rumah-rumah warga. Ia mengapresiasi adanya modal sosial yang baik ketika banyak unsur masyarakat yang merelakan rumahnya menjadi tempat pengungsian.

Gunung Agung sendiri meletus terakhir kali pada tahun 1963, yaitu dalam kurun 18 Februari s.d. Januari 1964. Dampak letusan saat itu menyebabkan 1.500 jiwa meninggal dunia, 1.700 rumah hancur, 225.000 jiwa kehilangan mata pencaharian, dan 100.000 jiwa mengungsi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement