REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mempertimbangkan opini Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait kondisi kesehatan Setya Novanto. Saat ini KPK masih dalam koordinasi dengan pihak IDI.
"Masih dalam proses, yang dilakukan KPK kan koordinasi," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Senin (25/9).
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa KPK belum mendapatkan informasi final terkait kondisi kesehatan Ketua DPR RI itu sehingga pihaknya belum menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap tersangka kasus proyek KTP-elektronik (KTP-el) itu.
"Sampai sejauh ini, kami belum dapat informasi final mengenai kondisi kesehatan Setya Novanto, yang pasti pemeriksaan akan dilakukan dalam proses penyidikan," kata Priharsa.
Menurut Priharsa, proses penyidikan terhadap Setya Novanto sampai saat ini masih terus berjalan dengan adanya pemeriksaan saksi-saksi. Selain itu, kata dia, proses sidang praperadilan Setya Novanto yang saat ini sedang berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga tidak menghambat proses penyidikan.
Sebelumnya, dokter yang menangani Setya Novanto di Rumah Sakit Premier Jatinegara Jakarta Timur memperkirakan bahwa KPK bisa memeriksa Ketua Umum Partai Golkar itu. Tim penyidik dan dokter KPK juga sudah mendatangi Setya Novanto dan dokter yang merawatnya di Rumah Sakit Premier Jatinegara pada Senin (18/9) lalu.
"Dokter KPK juga menanyakan apakah pasien bisa dilakukan pemeriksaan. Kami bertanya kepada dokter spesialis jantung yang menangani Setya Novanto dan kemudian dijawab bahwa pemeriksaan diprediksikan bisa dilakukan, namun harus melihat perkembangan kondisi sampai besok Rabu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (19/9).
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-el) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.