REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan data dari Agustus 2017 sampai September 2017 terdeteksi indikasi inflasi atau penggembungan tubuh Gunung Agung. Indikasi penggembungan ini diperoleh lewat pengamatan citra satelit.
"Berdasarkan data dari satelit ada indikasi penggembungan tubuh dari Gunung Agung. Karena ada energi yang tersumbat," kata Sutopo di Gedung BNPB Jakarta Timur, Senin (25/9). Ia menyatakan, alat pengukur tiltmeter di wilayah Pura Pengubengan sebelah barat daya Gunung Agung juga merekam kecenderungan penggembungan tubuh gunung api.
Frekuensi kegempaan Gunung Agung juga semakin banyak. Rata-rata hampir 500 gempa terjadi per hari. Terdapat pergerakan magma menuju permukaan yang diindikasikan dengan meningkatnya gempa vulkanik dangkal pada kedalaman dua hingga tiga meter.
Data BMKG menunjukkan bahwa pergerakan gempa berasal dari sekitar Gunung Batur ke Tenggara. Peluang terjadinya letusan cukup besar. Proses yang terjadi di dalam perut Gunung Agung masih sangat tinggi. "Secara visual dua hari yang lalu terlihat asap kelabu tipis. Tetapi, sejak kemarin sampai sekarang tidak terlihat lagi asap tersebut," ujarnya.
Sutopo menegaskan tidak ada satu intrumentasi pun yang dapat memastikan kapan gunung akan meletus. Sampai saat ini, Gunung Agung belum meletus. Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia ini juga memperkirakan bahwa letusan Gunung Agung apabila terjadi tidak akan sekuat letusannya pada 1963.