Senin 25 Sep 2017 12:42 WIB

Nasib Malang Peternak Sapi di Lereng Gunung Agung

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Bilal Ramadhan
Pengungsi Gunung Agung berada di atas kendaraan menuju tempat penampungan setelah terjadinya gempa susulan akibat aktivitas gunung tersebut di Desa Rendang, Karangasem, Bali, Sabtu (23/9). Sejak Jumat (22/9) malam status Gunung Agung dinaikkan dari siaga ke awas menyebabkan ribuan warga kembali mengungsi dan sempat menyebabkan kepanikan.
Foto: ANTARA/Nyoman Budhiana
Pengungsi Gunung Agung berada di atas kendaraan menuju tempat penampungan setelah terjadinya gempa susulan akibat aktivitas gunung tersebut di Desa Rendang, Karangasem, Bali, Sabtu (23/9). Sejak Jumat (22/9) malam status Gunung Agung dinaikkan dari siaga ke awas menyebabkan ribuan warga kembali mengungsi dan sempat menyebabkan kepanikan.

REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Karangasem boleh saja dijuluki Bumi Lahar di Pulau Dewata. Namun, kabupaten yang terletak di lereng Gunung Agung ini merupakan ujung tombak sektor peternakan Bali. Populasi sapi di Karangasem rata-rata 110 ribu ekor per tahun. Dari total 406 ribu jumlah penduduk, hampir 56 persen menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dengan menjadi peternak.

Ancaman erupsi di tengah status awas Gunung Agung membuat masyarakat Karangasem yang banyak menggantungkan hidup sebagai peternak terpaksa turun gunung. Mereka mayoritas mengungsi ke Kabupaten Klungkung, daerah terdekat yang tergolong aman. Sebagian masih bertahan karena tak ingin meninggalkan hewan-hewan ternak mereka.

Warga yang memilih mengungsi bahkan mengobral sapi-sapi mereka kepada makelar yang memanfaatkan situasi genting. Harganya pun jauh dari harga wajar, di bawah Rp 10 juta, bahkan ada yang menawar di bawah lima juta rupiah per ekor. Padahal, harga sapi normalnya dibanderol sekitar Rp 15 juta per ekor.

Kejadian tersebut didapati Dewa Gede Kamar, peternak sapi dari Desa Manduang. Meski demikian, Gede Kamar memilih tetap memelihara sapi-sapinya dan tidak menjual ke makelar. Keprihatinan mendalam membuat Gede Kamar tercetus ide menyediakan tempat evakuasi ternak gratis bagi peternak-peternak di Karangasem dan Klungkung yang ikut mengungsi. Lahan seluas 1,2 hektare (ha) disiapkannya untuk menjadi tempat penampungan ternak sementara.

"Tempat ini secara sukarela kami sediakan. Kasihan peternak-peternak seperti saya banyak yang jual murah sapi-sapinya," kata Gede Kamar, Senin (25/9).

Satuan Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Agung mencatat jumlah pengungsi hingga Senin, 25 September 2017 pukul 12.00 WITA mencapai 48.540 jiwa. Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Pengendalian Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho menerangkan masih ada pengungsi yang kembali ke rumahnya untuk memberi makan ternak, kemudian pulang ke posko.

"Ternak-ternak tersebut masih ada yang belum dievakuasi karena keterbatasan data, sarana, dan prasarana, sementara prioritas utama evakuasi adalah masyarakat," kata Sutopo.

Penanganan ternak, kata Sutopo akan ditangani satuan tugas khusus dari Dinas Peternakan Kabupaten bekerja sama dengan Dinas Peternakan Provinsi Bali. BNPB terus mendampingi pemerintah daerah menangani evakuasi ternak.

Penanganan pengungsi bukan hal mudah mengingat adanya keterkaitan ekonomi, sosial, dan budaya antara masyarakat dan ternak. Sutopo mencontohkan pengalaman evakuasi masyarakat dan sapi saat erupsi Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta 2010.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement