REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PPP Asrul Sani menilai kinerja pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era sekarang gagal menghadirkan perubahan ke arah sistem pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Ia menilai, KPK justru membuat banyak kesalahan dan membiarkan kasus-kasus korupsi besar tidak terungkap, sehingga penindakan yang dilakukan gagal menimbulkan efek jera.
Ia berpendapat, kegiatan rutin operasi tangkap tangan (OTT) dan penunjukkan gembong koruptor Muhammad Nazarrudin sebagai justice collaborator (JC) KPK dinilai sebagai beberapa noda merah KPK periode saat ini. “Silakan saja KPK menggelar OTT, namun jangan sampai justru melupakan kasus kasus korupsi besar yang juga jadi sorotan publik," ucap Asrul dalam sebuah diskusi di restoran Warung Daun, Jakarta (22/9).
Asrul berkata, setiap tahun OTT makin banyak, artinya tindakan itu tidak berdampak pada lainnya. "Perubahan sistem ke arah pemerintahan yang bersih semakin jauh,” tegas Asrul.
Karena itu, ia menyarankan KPK sebaiknya fokus untuk mengangani kasus-kasus besar yang dapat menimbulkan dampak yang besar pula. Apalagi banyak kasus besar yang kini terhenti penuntasannya seperti kasus Bank Century, Kasus RS Sumber Waras dan banyak kasus lain yang tersangkanya sudah ditetapkan KPK.
Dengan anggaran yang lebih besar, seharusnya kasus-kasus yang ditangani KPK mampu mendorong terciptanya efek jera dan perubahan sistem seperti yang menjadi tujuan utama pembentukan KPK 14 tahun lalu.
“Sesuai rencana kerja KPK, anggaran tiap kasus mulai penyelidikan, penyidikan hingga eksekusi sebesar Rp 440 juta. Angka itu jauh lebih besar daripada Kejaksaan yang hanya Rp 137 juta. Dengan angka yang lebih besar harusnya kasus yang ditangani KPK lebih berbobot,” ujarnya.
Asrul menegaskan, penguatan KPK adalah kebutuhan mutlak saat ini. Tentu saja, perlu dilakukan pembenahan dari sisi internal terlebih dahulu di KPK. Misalkan ada komitmen untuk menanganai kasus secara tuntas tidak pandang bulu sehingga terpenuhi asas kepastian hukum.
"Jangan sampai sudah ditersangkakan namun kemudian tidak ada proses hukum lanjutan," tegas dia.
Sebelumnya, Masinton Pasaribu, politikus PDIP menyatakam penunjukan JC terhadap Nazaruddin menyalahi aturan Mahkamah Agung yakni Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
"Soal JC, dalam surat edaran itu sangat jelas, pemberian JC bukan untuk pelaku utama. Pemberian JC oleh KPK ke Nazarudin itu menyalahi surat edaran MA. Dari ratusan proyek yang menyeret Nazar, cuma satu diproses, anehnya diberi JC pula," sindir Masinton.