Selasa 19 Sep 2017 07:44 WIB

Tan Malaka, Hatta, dan Stalin Para Diktator Perbudakan

Tan Malaka
Makam pahlawan nasional Tan Malaka di lereng gunung Wilis, Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, Senin (16/1).

Sejak percakapan di Berlim  itu,  Hatta sudah membayangkan Tan Malaka yang "lurus tulang punggung keyakinannya" itu suatu saat akan bertentangan dengan Stalin, mungkin kelanjutannya akan dikeluarkan dari organisasi komunisme yang dikuasai oleh Stalin.

Tiga tahun sesudah pertemuan di Berlin, barulah Hatta mendapati lagi tanda-tanda kehidupan Tan Malaka. Pada 1925, Hatta memperoleh buku kecil karangan Tan,  berjudul Naar een Republik Indonesia (Menuju Republik Indonesia). Buku tipis ini,  mengilhami banyak pejuang kemerdekaan.

Tan Malaka yang menurut mendiang sejarawan Alfian "riwayat hidupnya bagaikan cerita detektif yang penuh ketegangan" memang punya pandangan yang khas dan sangat independen.

Ketika tokoh-tokoh PKI pada pertengahan 1920-an merencanakan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda,  Tan Malaka tegas menolak rencana itu.  Lantaran itu,  Tan dimusuhi kalangan komunis. Tan dituduh sebagai biang keladi penyebab gagalnya pemberontakan PKI pada 1926.

Akibatnya, Tan dimusuhi dan dicap sebagai pengkhianat partai. Tokoh PKI, M. H. Lukman pada 15 November 1950 menulis di harian Bintang Merah: "Tan Malaka Pengkhianat Marxisme-Leninisme".

Ketika Perdana Menteri Sutan Sjahrir tampil dengan politik perundingan, Tan Malaka bersama Ketua Umum Partai Masyumi Soekiman Wirjosandjojo dan sejumlah tokoh lain,  membentuk Persatuan Perjuangan yang mengecam politik perundingan Sjahrir.

Dalam pidato di depan massa Persatuan Perjuangan di Purwokerto, Tan Malaka antara lain berkata: "Orang tidak akan berunding dengan maling di rumahnya."

Pandangannya terhadap Islam, juga menarik. Menurutnya, Islam telah mengajarkan sosialisme dan antipenjajahan, dua belas abad sebelum Karl Marx lahir.

Tan Malaka yang independen, mengakhiri hidupnya juga secara tragis. Pada 21 Februari 1949 dia dieksekusi oleh Tentara Republik Indonesia di kaki Gunung Wilis. 

Pada tahun 1963, dengan Keputusan Presiden Sukarno, Tan Malaka dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional. Tetapi,  lama sesudah itu,  Tan Malaka masih tetap menjadi misteri. Di mana dia dikuburkan pun,  masih diperdebatkan. Dan belakangan ada penelitan yang menyatakan makam Tan Malaka ada di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur.

Begitulah sosok Malaka,  yang dijuluki Mr Muhammad Yamin dijuluki sebagai Bapak Republik. Julukan lainnya adalah sebagai  orang yang punya tulang punggungnya yang tidak mudah membungkuk!

Nasibnya memang tragis karena tak mau kompromi. Dulu di jaman perang kemerdekaan, dia bersama Jendral Sudirman teguh beprinsip yang sama: Merdeka secara total!

 

* Lukman Hakiem, peminat sejarah dan mantan anggota DPR RI dan staf ahli Wapres Hazah Haz dan M Natsir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement