Senin 18 Sep 2017 21:00 WIB

Ajudan Setnov Mengaku tak Kenal Terdakwa Korupsi KTP-El

Pemeriksaan Ajudan Setya Novanto. Ajudan Ketua DPR Setya Novanto, Corneles Towoliu menunggu pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Senin (18/9).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Pemeriksaan Ajudan Setya Novanto. Ajudan Ketua DPR Setya Novanto, Corneles Towoliu menunggu pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Senin (18/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Corneles Towoliu, ajudan Setya Novanto mengaku tidak kenal dengan para terdakwa kasus KTP-elektronik (KTP-el), yakni Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong. Hal tersebut, dikatakannya setelah penyidik KPK menyodorkan sekitar tujuh foto dan kemudian dikonfirmasi apakah dirinya mengenal dengan orang-orang yang ada pada foto tersebut.

"Tidak kenal mereka. Dikonfirmasi ditanyakan kenal tidak. Saya tidak kenal," kata Corneles seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin (18/9).

KPK memeriksa Corneles sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e). Ia pun mengaku dikonfirmasi oleh penyidik terkait kondisi Setya Novanto.

"Tadi di dalam ditanyakan apakah benar kalau Pak Novanto sakit. Benar kalau dia sakit. Kalau soal sakitnya saya tidak ngerti, itu dokter yang tahu," ucap dia.

Corneles juga mengaku dikonfirmasi terkait proyek KTP-el, namun ia menyatakan tidak mengetahuinya sama sekali. "Itu juga ditanyakan kepada saya tetapi saya tidak tahu sama sekali. Sampai detik ini saya juga tidak mengenal orang-orang yang disebutkan itu," ujarnya.

Terkait pekerjaannya, Corneles mengaku bertugas untuk mengantar anak Setya Novanto ke sekolah. "Semenjak anaknya dari TK, sekarang kelas enam SD," kata Corneles.

KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017. Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-el pada Kemendagri.

Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement