REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Papua mendalami asal 1.010 obat paracetamol, caffeine carisoprodol (PCC) menyusul penangkapan Sartika (25 tahun), tersangka pemilik obat dengan kandungan yang sudah dilarang sejak 2013 tersebut. Selain mendalami dari mana tersangka mendapatkan pasokan, polisi juga akan menyelidiki ke mana saja obat PCC itu diedarkan.
"Penyidik masih mengembangkan lagi," ujar Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (18/9).
Kepolisian menangkap Sartika di rumahnya di Distrik Abepura, Kota Jayapura, pada Sabtu (16/9). Pil PCC di Papua Jadi Tersangka" href="http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/09/16/owdnjq428-pemilik-ribuan-pil-pcc-di-papua-jadi-tersangka" target="_blank">Selanjutnya, dia ditetapkan sebagai tersangka. Boy mengatakan tersangka bukan kali pertama menjadi pemasok pil PCC di wilayah Papua.
“Satu bungkus kecil berisi 10 butir pil. Kemudian oleh pelaku dijual dengan harga Rp 50 ribu kepada para korbannya,” kata Boy, menerangkan.
Boy menceritakan penangkapan pengedar obat PCC ini menyusul kasus puluhan anak dan remaja di Kendari, Sulawesi Tenggara, yang masuk rumah sakit lantaran mengonsumsi obat ini. Dia menerangkan, anggotanya melakukan penyelidikan di wilayah hukumnya. "Karena sudah ada korban maka kami meningkatkan antisipasi dengan menggandeng pihak ekspedisi," terang Boy.
Hasil kerjasama tersebut membuahkan hasil dengan ditemukannya barang-barang mencurigakan yang kemudian langsung dilakukan pemeriksaan dan ditemukan pil PCC tersebut. "Barang bukti yang disita, 101 plastik bening ukuran kecil dan 1.006 butir PCC dibungkus dalam karton kecil kemudian dilakban coklat yang bertuliskan nama Putry," ujar Boy.
Atas perbuatannya tersangka disangkakan pasal 196 dan pasal 198 undang-undang kesehatan dan undang-undang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 Tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.