Senin 18 Sep 2017 16:27 WIB

Saksi Buka-bukaan Soal Suap DPRD Jatim

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Terdakwa Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Moch. Basuki (tengah) saat menjalani sidang kasus korupsi dugaan suap DPRD Jatim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Surabaya di Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (18/9). Moch Basuki bersama anggota DPRD Jawa Timur M. Kabil Mubarok, dan dua staf di DPRD Jatim, Rahman Agung dan Santoso menjadi terdakwa kasus suap terkait pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan oleh DPRD Jawa Timur (Jatim) terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan penggunaan anggaran di Provinsi Jatim tahun 2017.
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Terdakwa Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Moch. Basuki (tengah) saat menjalani sidang kasus korupsi dugaan suap DPRD Jatim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Surabaya di Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (18/9). Moch Basuki bersama anggota DPRD Jawa Timur M. Kabil Mubarok, dan dua staf di DPRD Jatim, Rahman Agung dan Santoso menjadi terdakwa kasus suap terkait pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan oleh DPRD Jawa Timur (Jatim) terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan penggunaan anggaran di Provinsi Jatim tahun 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jawa Timur kembali menggelar sidang suap DPRD Jatim dengan terdakwa Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur Rohayati, Kepala Dinas Pertanian Bambang Heryanto dan ajudannya, Anang Basuki Rahmat, Senin (18/9). Sidang kali ini beragendakan pemeriksaan saksi.

Tujuh orang saksi dihadirkan jaksa pada KPK. Dari ketujuh saksi, empat di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Ketua Komisi B DPRD Jatim Mochammad Basuki, anggota Komisi E, yang pada tahun 2014-2017 awal merupakan anggota Komisi B, Kabil Mubarak, serta dua staf DPRD tingkat 1, Rahman Agung dan Santoso.

Pada sidang tersebut, Basuki mengakui adanya uang komitmen atau suap yang digelontorkan kepala dinas kepada Komisi B DPRD Jatim setiap triwulan. Suap tersebut dimaksudkan untuk memuluskan kontrol dari DPRD Jatim, terhadap program-program yang dijalankan SKPD-SKPD yang menjadi mitra Komisi B.

Bahkan, Basuki mengakui, praktik suang tersebut bukanlah barang baru. Menurutnya, suap tersebut merupakan tradisi lama. “Ini (suap) terkait dengan tradisi lama. Kita melanjutkan sistem yang lama," kata Basuki dalam persidangan, Senin (18/9).

Jaksa kemudian menunjukan gambar catatan penerimaan uang komitmen yang diterima Komisi B DPRD Jatim dari beberapa SKPD. Catatan yang ditunjukan jaksa merupakan milik Basuki, yang kemudian dibenarkan oleh yang bersangkutan. "Iya itu merupakan catatan saya. Itu tulisan saya," ujar Basuki.

Dari gambar yang ditunjukan jaksa melalui proyektor, tergambar jelas rincian uang yang diterima Komisi B DPRD Jatim dari sepuluh SKPD yang bermitra. Rinciannya, Dinas Pertanian Rp 80 juta, Dinas Peternakan Rp 40 juta, Dinas Kehutanan Rp 30 juta, Dinas Koperasi Rp Rp 50 juta, Dinas Bidaya dan Pariwisata Rp Rp 20 juta, Biro Administrasi Perekonomian Rp 25 juta, Badan Ketahanan Pangan Rp 40 juta, Dinas Perikanan dan Kelautan Rp 150 juta, dan Dinas Perkebunan Rp 50 juta. Sementara Biro Administrasi Sumber Daya Alam tidak dipungut mengingat anggaran yang sedikit.

Basuki menjelaskan, target uang komitmen yang diterima Komisi B DPRD Jatim dari SKPD-SKPD tersebut mencapai Rp 3,07 triliun per tahunnya. "Iya benar (mencapai Rp 3,07 triliun per tahun)," ucap Basuki saat dikonfirmasi oleh jaksa.

Basuki kemudian menjelaskan, uang komitmen yang yang diberikan SKPD diterima oleh Kabil Mubarak. Menurutnya, Kabil pula yang bertugas mengomunikasikan uang komitmen tersebut dengan kepala SKPD-SKPD yang bermitra.

Terdakwa anggota DPRD Jawa Timur M Kabil Mubarok menjalani sidang kasus korupsi dugaan suap DPRD Jatim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Surabaya di Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (18/9). (Sumber: Antara/Umarul Faruq)

Namun demikian, Kabil menolak disebut sebagai penerima suap. Kabil mengaku, selama ini memang dia pernah berkomunikasi dengan SKPD-SKPD yang bermitra. Namun, komunikasi tersebut terkait aspirasi-aspirasi program yang akan dijalankan.

"Saya bertugas untuk mengawal usulan program masing-masing dinas. Itu yang saya kawal mulai pengusulan. Tidak pernah bertemu membahas kebijakan triwulanan (uang komitmen) itu," ucap Kabil.

Kabil tetap tidak mau mengakui perbuatannya, meski jaksan dan penasihat hukum melemparkan berbagai pertanyaan terkait kasus suap itu. Situasi ini mambuat majelis hakim turut mengingatkannya Kabil, terkait ancaman hukuman yang bisa diterimanya jika berbohong di pengadilan. 

"Kalau berbohong di pengadilan itu ancamannya tujuh tahun penjara. Itu baru di dunia belum di akhirat," ucap majelis hakim yang diketuai Rochmat tersebut.

Di akhir persidangan, para terdakwa menanggapi kesaksian yang diucapkan para saksi. Ketiga terdakwa kompak menyatakan, lesaksian yang diberikan Kabil adalah bohong. "Apa yang disampaikan Pak Basuki di persidangan memang benar. Khusus dengan Pak Kabil ini 100 persen bohong," ucap salah seorang terdakwa, Bambang Heryanto.

Sebelumnya, KPK menyita uang Rp 150 Juta dari hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Senin (5/6). Uang Rp 150 Juta tersebut didapat dari ruang anggota DPRD Jatim Komisi B saat KPK melakukan operasi senyap. Uang suap Rp 150 Juta yang diamankan diduga bagian dari pembayaran triwulanan kedua dari setiap SKPD yang bermitra dengan Komisi B DPRD Jatim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement