Ahad 17 Sep 2017 17:17 WIB

Ini Nama-Nama Kepala Daerah yang OTT KPK

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memberikan keterangan kepada wartawan terkait penangkapan operasi tangkap tangan (OTT) Walikota Batu di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (17/9).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memberikan keterangan kepada wartawan terkait penangkapan operasi tangkap tangan (OTT) Walikota Batu di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (17/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada kepala daerah pada Sabtu (16/9) kemarin. Bisa dibilang beberapa bulan terakhir ini KPK gencar melakukan OTT kepala daerah, selama tahun 2017, KPK sudah melakukan lima kali OTT terhadap kepala daerah.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif meminta agar tidak melihat jumlah transaksi yang diterima oleh para pelaku dalam setiap OTT terhadap kepala daerah. Laode menegaskan, KPK selama ini bukan menargetkan uang yang diterima oleh para tersangka, tetapi KPK ingin menyelamatkan proyek pemerintah yang bernilai besar.

"Jangan dilihat jumlah uang transaksi. Ini menyelamatkan proyek yang besar itu sesuai dengan rencana Pemerintah. Karena yang akan rugi adalah rakyat," kata Laode di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (17/9).

Laode juga mengatakan, banyak dari kepala daerah yang melakukan penerapan suap dengan memotong uang proyek. Rata-rata, kata dia, pemotongan uang proyek adalah sekitar 10 persen dari nilai proyek.

Sebelumnya, pada Sabtu (16/9), tim satgas KPK mendapati Wali Kota Batu Eddy Rumpoko menerima suap proyek pengadaan meubelair di Pemerintah Kota (Pemkot) Batu tahun anggaran 2017. Dia tertangkap tangan menerima uang sebesar Rp 200 juta di rumah dinasnya.

Eddy dijanjikan fee olehFilipus Djap (FHL) sebanyak Rp 500 juta dari total proyek pengadaan barang dan jasa sebesar Rp 5,26 miliar. Diketahui, untuk jumlah fee Rp 300 juta, Filipus sebelumnya juga sudah melunasi pembayaran mobil Alphard milik politikus dari PDI P tersebut. Sehingga fee yang didapatkan oleh Eddy Rumpoko memang sebesar 10 persen.

Bila dirangkum, pada 2017 ini, KPK sudah melalukan OTT sebanyak lima kali terhadap kepala daerah. Wali Kota Batu ini menjadi kepala daerah kelima yang tertangkap tangan oleh tim satgas KPK.

Tiga hari sebelumnya, tepatnya pada Rabu (13/9) ,tim satgas KPK mengamankanBupati Batubara, OK Arya Zulkarnain. Ia diduga menerima suap terkait beberapa pekerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara tahun anggaran 2017.

Terdapat 3 proyek, dua di antaranya pembangunan Jembatan Sentang senilai Rp 32 miliar yang dimenangkan oleh PT GMJ dan proyek pembangunan Jembatan Seimagung senilai Rp12 miliar yang dimenangkan PT T. Dari dua proyek tersebut disepakati fee sebanyak Rp 4,4 miliar. Sementara satu proyek lainnya adalahbetonisasi jalan Kecamatan Talawi senilai Rp 3,2 miliar dengan kesepakatan fee sebesar Rp 400 juta.

Dua pekan sebelumnya, pada (29/8), tim Satgas KPK menangkap Wali Kota Tegal, Siti Masitha di rumah dinas wali kota di Kompleks Balai Kota, Jalan Ki Gede Sebayu, Kota Tegal.Dalam OTT ini, KPK berhasil menyita uang tunai sejumlah Rp 200 juta yang diduga sebagai bagian dari gratifikasi Rp 300 juta yang diberikan kepada Siti Masitha.

Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut, KPK menemukan dugaan bahwa jumlah uang dalam kasus ini mencapai Rp 5,1 Miliar yang diberikan kepada Siti Masitha dalam rentang waktu delapan bulan sejak Januari hingga Agustus 2017. Ia mengaku uang tersebut akan ia gunakan sebagai biaya pemenangannya pada Pilkada Kota Tegal tahun 2018.

Pada awal Agustus tepatnya pada (2/8) KPK juga mengamankan Bupati Pamekasan Achmad Syafii (ASY). Saat itu,para pejabat di Pemerintah Kabupaten Pamekasan diduga menyuap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan sebesar Rp 250 juta.

Suap tersebut diduga untuk menghentikan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri dalam perkara tindak pidana korupsi proyek infrastruktur. Proyek senilai Rp 100 juta tersebut menggunakan dana desa.

OTT terhadap kepala daerah di tahun 2017 diawali dengan penangkapan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dalam OTT yang dilakukan pada (21/6). KPK menetapkan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan istrinya, Lily Martiani Maddari sebagai tersangka.

Ridwan dan Lily diduga menerima suap berupa fee sebanyak 10 persen terkait dua proyek pembangunan jalan Tahun Anggaran 2017 di Provinsi Bengkulu.

Dua proyek itu ada di Kabupaten Rejang Lebong, yaitu proyek pembangunan peningkatan jalan TES Muara Aman dengan nilai proyek Rp 37 miliar. Satu proyek lagi adalah pembangunan peningkatan jalan Curug Air Dingin di Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek sebesar Rp 16 miliar.

Bila dibandingkan dengan tahun 2016, terjadi peningkatan OTT terhadap kepala daerah yang terjaring. Bila kita menengok ke belakang, kepala daerah pertama yang terjaring OTT tim KPK adalah Bupati Subang Ojang Sohandi yang juga kader PDIP. Ia ditangkap pada 11 April 2016. Selanjutnya, Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian yang juga dari Partai Golkar ditangkap pada 4 September 2016. Kemudian, Wali Kota Cimahi Atty Suharti, dari Partai Golkar terjaring OTT pada 2 Desember 2016.

Terakhir, Bupati Klaten Sri Hartini yang merupakan Ketua DPC PDIP Kabupaten ditangkap di pengujung tahun atau

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement