Rabu 13 Sep 2017 21:11 WIB

KPK Dalami Dana Suap Hakim Tipikor Bengkulu

 Juru Bicara KPK Febri Diansyah
Foto: Republika/ Wihdan
Juru Bicara KPK Febri Diansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK mendalami terkait asal usul dana dugaan suap terhadap hakim terkait putusan perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan rutin Tahun Anggaran 2013 di Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan, dan Aset (DPPKA) Kota Bengkulu.

"Kami masih mendalami terkait asal usul dana yang diduga diberikan untuk suap memengaruhi perkara di Pengadilan Tipikor Bengkulu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/9).

KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut, yaitu sebagai pihak yang diduga penerima, yaitu Dewi Suryana (DSU) selaku Hakim Anggota di Pengadilan Tipikor Bengkulu dan Hendra Kurniawan (HKU) sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tipikor Bengkulu.

Sedangkan diduga pihak pemberi Syuhadatul Islamy (SI), seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau keluarga terdakwa Wilson. Diduga pemberian uang terkait dengan penanganan perkara Nomor 16/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bgl dengan terdakwa Wilson agar dijatuhi hukuman yang ringan oleh majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bengkulu.

Terkait penyidikan kasus itu, KPK pada Rabu memeriksa tiga saksi di Bengkulu, yaitu Wilson dari unsur Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suhermi dari unsur swasta, Hakim Ketua, dan karyawan Radio Republik Indonesia (RRI) di Bengkulu.

Menurut Febri, penyidik KPK sejak Selasa (12/9) melakukan pemerikaan di daerah terhadap sejumlah pihak ada pihak dari pengadilan, pegawai, dan juga dari pihak keluarga terdakwa.

"Kami dalami beberapa informasi terkait dengan alur dan proses uang termasuk juga asal usul uang yang digunakan diduga untuk suap tersebut," kata Febri.

Sebagai pihak yang diduga penerima, DSU dan HKU disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu menyebut mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan sebagai pihak diduga pemberi, SI disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu menyebut orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement