Sabtu 09 Sep 2017 01:13 WIB

Karya Literasi Menjadi Diplomasi Budaya Bagi Indonesia

Rep: Taufiq Alamsyah/ Red: Gita Amanda
Pengunjung melihat buku saat Indonesia International Book Fair (IIBF) 2017 di Balai Sidang Jakarta, Rabu (6/9).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Pengunjung melihat buku saat Indonesia International Book Fair (IIBF) 2017 di Balai Sidang Jakarta, Rabu (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karya literasi dapat menjadi diplomasi budaya Indonesia kepada dunia internasional. Maka dari itu, penulis diharapkan dapat lebih produktif dan kreatif dalam berkarya. Pameran buku seperti Indonesia International Book Fair (IIBF) memberikan ruang positif bagi pembaca dan penulis.

"Kita berharap penulis lebih aktif, kreatif, mereka perlu menyadari mereka terekspos pada masyarakat internasional," kata Ketua Panitia IIBF 2017, Husni Syawie, kepada Republika.co.id, pada Jumat (8/9). Ekspos tersebut minimal untuk tingkat Asia Tenggara atau bahkan Asia, menurut Husni. Dengan eksposur yang baik, nantinya akan memicu semangat penulis agar terus berkarya.

Husni memaparkan bahwa posisi Indonesia di Asia Tenggara cukup bagus. Setidaknya karya penulis Indonesia menjadi incaran di Malaysia. "Ini harus kita tingkatkan bagaimana kemudian kita bisa menembus pasar Brunei, Filipina, Thailand. Itu penting," ujar Husni.

Selain di Asia, untuk tingkat Eropa sebagian buku Indonesia mendapatkan sambutan dari penerbit internasional. Beberapa buku bahkan diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa.

"Orang juga pengen tahu sejauh mana produksi dan konsumsi buku di Indonesia. Karena penerbit asing itu ingin melakukan dua hal, membeli karya Indonesia dan menjual karya mereka ke Indonesia," ujar Sekertaris Jenderal Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) tersebut.

Dengan dikenalnya karya penulis Indonesia, maka hal tersebut secara otomatis akan menjadi diplomasi budaya bangsa. Bahwa Indonesia punya pengarang hebat yang bukunya bagus untuk dibaca merupakan suatu kebanggaan. "Terlepas dari yang ditulis itu tentang Indonesia atau bukan," kata Husni.

Sebelumnya Indonesia sempat dijadikan tamu kehormatan dalam Frankfurt Book Fair (FBF) 2015. FBF sendiri merupakan pameran buku terbesar dan tertua di dunia.

Selain itu, Indonesia baru sekali menyumbangkan penulisnya sebagai nominator nobel sastra. Yakni Pramoedya Ananta Toer melalui karya tetralogi Bumi Manusia yang ia tulis di masa pembuangannya di Pulau Buru.

Untuk terus mengejar penghargaan - penghargaan bergengsi seperti itu, penulis - penulis Indonesia perlu terus berkarya dan diberikan kebebasan berpikir.

"Menurut saya satu-satunya cara (meraih prestasi bagi penulis) dengan terus berkarya. Memberikan kebebasan berpikir dan demokratisasi. Beri insentif dan penghargaan pada pengarang," ujar Husni.

IIBF memberikan ruang dan panggung bagi penulis dan karyanya. Selain di ibukota, diharapkan pameran buku juga diselenggarakan di berbagai kota di Indonesia.

"Dan biarkan orang terinspirasi bahwa menulis buku itu keren," kata Husni.

IIBF diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan. Acara berlangsung dari tanggal 6-10 September 2017. Selain pameran buku, ada banyak acara menarik. Seperti temu wicara, bedah buku dan pengundian haji gratis.

(Baca juga: Kebebasan Berpikir Memberikan Iklim Baik Bagi Literasi)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement