Jumat 08 Sep 2017 02:13 WIB

Perpres Pendidikan Karakter Perlu Ditambah Peraturan Turunan

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Seorang siswa SD berlari di jembatan saat akan ke sekolah untuk mengikuti Ujian Nasional (UN) di Desa Klambir V, Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (15/5). Ujian Nasional tingkat SD dilaksanakan secara serentak pada 15 - 17 Mei 2017.
Foto: Irsan Mulyadi/Antara
Seorang siswa SD berlari di jembatan saat akan ke sekolah untuk mengikuti Ujian Nasional (UN) di Desa Klambir V, Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (15/5). Ujian Nasional tingkat SD dilaksanakan secara serentak pada 15 - 17 Mei 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati merespons positif diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) oleh Presiden Joko Widodo. Sebab kata dia, penerbitan Perpres mampu meredakan kegalauan masyarakat atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 tentang lima hari sekolah yang menjadi polemik beberapa waktu lalu.

Namun kata dia, Perpres juga harus tetap dijabarkan dalam peraturan turunan di bawahnya. "Ada beberapa poin penting yang ini harus dijabarkan oleh kementerian terkait. Kemendiknas, Kemenag, Kemendagri dan KemenPanRB," ujar Reni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (7/9).

Sebab menurutnya, bagaimana pun konsep Perpres tidak akan efektif dipahami secara utuh oleh masyarakat tanpa adanya peraturan turunan  sebagai aturan teknis.

"Jadi Permen itu penting untuk mempertegas mekanisme yang harus dilakukan oleh masyarakat," ujarnya.

Salah satunya opsi mengenai kebijakan lima hari atau enam hari sekolah dalam sepekan. Di mana Perpres memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk menentukan.

Ia lebih cenderung agar dalam Perpres memberikan keleluasaan opsi tersebut. "Menurut hemat kami pilihan itu tidak perlu dituangkan dalam perpres. Karena perpres itu harus berlaku mengikat dan menyeluruh. Kalau opsi ini muncul maka kecenderungannya seluruh sekolah pasti akan melaksanakan enam hari. Karena ada egoisme yang sifatnya psikologis, setiap daerah pasti ingin menunjukan bahwa mereka sudah siap dengan bukti bahwa mereka sudah berhasil melaksanakan 5 hari," ujarnya.

Sebab, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengungkap, pihaknya masih mendapati ada sekolah-sekolah yang sebenarnya tidak cukup memadai untuk menerapkan kebijakan lima hari sekolah, namun tetap memaksakan lantaran adanya Permendikbud 23/2017. Bahkan ada sekolah antara pihak sekolah dan wali murid berselisih paham karena hal tersebut.

"Sekolah ngotot melaksanakan 5 hari karena sudah siap tapi orang tua sebaliknya. Maka dari itu opsi 5 atau 6 hari itu mudah-mudahan bisa ditegaskan lagi oleh permendikbud dan permenag," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement