REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menjelaskan kronologi operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh tim satgas KPK dalam kasus dugaan suap terhadap Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Tipikor (PN Tipikor) Bengkulu terkait tindak pidana korupsi di Bengkulu.
OTT yang dilakukan pada Rabu (6/9) malam sampai Kamis (7/9) pagi itu dilakukan di dua tempat Bengkulu dan Bogor dengan mengamankan enam orang.
Mereka adalah tiga tersangka Dewi Suryana (DSU) Hakim Anggota PN Tipikor Bengkulu Hendra Kurniawan (HKU), panitera pengganti PN Tipikor Bengkulu Syahdatul Islamy (SI), PNS yang merupakan keluarga terdakwa Wilson. Tiga lainnya yang dipulangkan adalah DHN pensiunan panitera pengganti; S, PNS dan DEN Swasta.
"OTT pertama dilakukan pada Rabu (6/9) sekitar pukul 21.00 WIB, tim KPK mengamankan DHN, S, dan DEN di rumah DHN. Di rumah DHN ditemukan bukti kuitansi bertuliskan "panjer pembelian mobil" tertanggal 5 September 2017," ujar Agus di Gedung KPK Jakarta, Kamis (7/9).
Kemudian pada Kamis (7/9) pukul 00.00 WIB, tim satgas KPK mengamankan HKU di rumahnya. Lalu, pada pukul 01.00 WIB tim satgas KPK mengamankan DSU di rumahnya.
"Dan pada pukul 02.46 WIB tim penyelidik datang ke rumah DSU dan mengamankan uang Rp 40 juta dibungkus kertas koran di kantong plastik hitam," jelas Agus.
Sehingga total yang diamankan di Bengkulu berjumlah 5 orang. Kelimanya langsung dibawa ke Polda Bengkulu untuk pemeriksaan awal dan pada siangnya diterbangkan ke Jakarta untuk pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta. Sementara untuk satu tersangka lainnya SI diamankan di Hotel Santika Bogor pada Kamis (7/9) pukul 10.37 WIB.
Dewi dan Hendra diduga menerima suap sebesar Rp125 juta dari Wilson lewat Syuhadatul. Pemberian uang tersebut disinyalir untuk mempengaruhi putusan kasus tindak pidana korupsi perkara korupsi pengelolaan anggaran rutin dan kegiatan fiktif di Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkot Bengkulu tahun 2013 yang menjerat Plt BPKAD Pemkot Bengkulu, Wilson.
Saat ini Wilson telah divonis dengan hukuman penjara selama 1 tahun 3 bulan oleh pengadilan lantaran dirinya terbukti telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 590 juta itu, Wilson pun telah menjalani proses hukuman tersebut terhitung sejak 14 Agustus 2017.
Akibat perbuatannya, sebagai pihak yang diduga pemberi SI, disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima DSU dan HKU disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.