Jumat 01 Sep 2017 20:29 WIB

Gempa Padang Terjadi di Zona Megathrust, Ini Penjelasannya

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Gempa bumi (ilustrasi)
Gempa bumi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Gempa bumi kembali mengguncang pesisir barat Sumatra. Pukul 00.06 WIB Jumat (1/9) dini hari, bertepatan dengan perayaan Idul Adha, gempa berkekuatan M 6,0 sempat membuat panik warga Kota Padang, Sumatra Barat. Gempa yang berpusat di 59 kilometer (km) timur laut Muarasiberut, Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat tersebut terjadi hanya sekitar 53 km ke arah selatan dari episenter gempa bumi berkuatan M 7,9 yang terjadi pada September 2009 lalu.

Berdasarkan analisis seismologi, gempa bumi pada dini hari Lebaran Kurban kemarin tergolong gempa bumi dangkal. Guncangan gempa di kedalaman 59 km dipicu oleh aktivitas subduksi atau tumbukan Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sumatra Barat menjelaskan, ditinjau dari hiposenter (titik pusat gempa di kedalaman bumi), maka gempa Sumatra Barat 1 September ini terjadi di zona Megathrust, yang merupakan zona subduksi lempeng di Samudra Hindia sebelah barat Sumatra.

Zona Megathrust sebetulnya menyajikan ancaman bagi masyarakat pesisir barat Sumatra. Konvergensi kedua lempeng tadi membenruk zona tumbukan yang menjadi salah satu kawasan sumber gempa bumi paling aktif di Sumatra. Sebagian ahli menyebutkan bahwa potensi gempa oleh zona Megathrust bisa mencapai intensitas M 9.

Uniknya, sebagian warga Kota Padang justru bergegas menuju tepi Pantai Padang sesaat setelah gempa yang dirasakan kuat berlangsung. Mereka ingin memastikan air laut tidak surut, sebagai pertanda tsunami bakal melanda pesisir. Beberapa pria tampak berjalan kecil di tepi pantai sambil mengarahkan cahaya senter ke tepi laut. Yusril (37 tahun) misalnya, langkah kakinya langsung membawanya ke pantai begitu guncangan gempa mulai reda. "Air laut tidak surut. Tidak apa-apa," ujar Yusril. Kepanikan juga sempat terlihat di RSUP M Djamil Padang di mana sejumlah pasien dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) dievakuasi keluar gedung.

Kekhawatiran atas gempa susulan masih menghantui warga Kota Padang hingga pukul 02.00 WIB. Berdasarkan pantauan, sebagian besar warga masih memilih berjaga di depan rumah untuk mengantisipasi adanya gempa susulan. Berdasarkan data BMKG, hingga pukul 10.00 WIB pagi, terdapat 1 kali gempa susulan dengan kekuatan m 3,9 dengan pusat gempa 89 km barat daya Pariaman dan kedalaman 15 km. Gempa susulan ini terjadi pukul 01.03 WIB atau selang satu jam setelah gempa utama terjadi.  

Hingga Jumat (1/9) malam, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan tidak ada kerusakan bangunan serius yang tercatat akibat gempa Sumbar 1 September. Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Barat dan dilaporkan bahwa tidak ada kerusakan berat atas bangunanatau tempat tinggal warga. "Sudah dihimpun dari BPBD Sumbar bahwa tidak ada laporan kerusakan," ujar Sutopo.

Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno juga memastikan kondisi masyarakat pascagempa tetap kondusif, apalagi bertepatan dengan peraayaan Idul Adha. Irwan juga memastikan bahwa penanganan pemerintah daerah terhadap gempa dini hari tadi sudah tepat. "Hingga saat ini belum ada laporan kerusakan serius yang masuk. Namun saya rasa semuanya tertangani dengan baik," ujarnya singkat.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumbar Pagar Nagara menyebutkan, hingga Jumat (1/9) pukul 19.00 WIB setidaknya tercatat ada 11 bangunan termasuk rumah warga yang mengalami rusak ringan. Data yang masuk baru terkumpul dari BPBD Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Rumah dan bangunan yang rusak tersebar di Kecamatan Pelembayan, Tanjung Mutiara, dan Malalak. Tercatat di antara bangunan yang mengalami rusak ringan adalah SD 05 Pasar Tiku yang mengalami retak di dinding dan dua unit rumah di Jorong Sini Air, Nagari Malalak Selatan yang mengalami kerusakan hingga 50 persen.

BMKG merangkum, sejak 1900 hingga 2014 telah terjadi 16 gempa bumi yang merusak di sekitar megathrust Mentawai, empat di antaranya menimbulkan tsunami. Gempa bumi paling berdampak terjadi pada 30 September 2009 lalu dengan kekuatan M 7,9 dan menyebabkan sedikitnya 1.100 orang meninggal dunia, 2.181 orang luka-luka, dan lebih dari 2.650 bangunan rusak.

Catatan lainnya, gempa bumi pada April 2005 juga sempat menimbulkan tsunami di Padang meski hanya setinggi 40 centimeter (cm). Lalu gempa bumi pada 16 Agustus 2009 lalu menyebabkan 9 orang luka-luka dan sempat tercatat ada tsunami setinggi 36 cm di Padang. Tahun Oktober 2010, juga tercatat gempa bumi yang memicu tsunami lokal setinggi 17 meter di bagian barat Pulau Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement