REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan HB X meminta semua pihak menerima keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan syarat pencalonan Gubernur DIY dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m Undang-Undang nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan (UUK) DIY.
"Ya sudah ya harus menerima karena keputusannya seperti itu. Sepakat tidak sepakat ya itu," kata Sultan seusai acara Kenduri Rakyat Istimewa dalam rangka memperingati disahkannya Undang-Undang Keistimewaan DIY di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Kamis (1/9).
Hal itu disampaikan Sultan menanggapi kemungkinan adanya pihak keluarga Keraton Yogyakarta yang belum menerima putusan MK tersebut.
Sebelumnya keputusan yang berkaitan dengan UUK DIY itu dibacakan dalam sidang pleno MK yang digelar Kamis (31/8) siang. Putusan itu menyatakan frasa yang memuat syarat pencantuman daftar riwayat hidup calon Gubernur DIY yang meliputi riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak dalam pasal 18 ayat (1) huruf m UU nomor 13 tahun 2012 itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Penghapusan frasa "istri" dalam menyerahkan daftar riwayat hidup oleh calon Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang diatur dalam UUK DIY, sekaligus memastikan bahwa perempuan juga dapat mencalonkan diri sebagai Gubernur DIY.
"Berarti kan tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan karena negara memang tidak boleh membedakan laki-laki dan perempuan, konstitusi kan bunyinya semuanya bisa (mencalonkan diri sebagai gubernur)," kata dia.
Menurut Sultan, putusan MK itu tidak akan bertentangan dengan Paugeran (aturan pokok keraton). Keduanya, menurut Sultan, merupakan hal yang berbeda sebab putusan MK soal UUK mengatur soal tata cara pencalonan Gubernur DIY, sedangkan paugeran mengatur internal kerajaan.
Sultan juga mempertegas bahwa penentuan paugeran merupakan kewenangan Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. "Tidak ada hubungannya sama Paugeran, wong ini soal gubernur kok," kata dia.