Rabu 30 Aug 2017 18:15 WIB

Ada 'Teror Popok' di Sungai Brantas Jatim

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Qommarria Rostanti
Rumah liar di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Brantas, Kota Malang.
Foto: Malangkota.go.id
Rumah liar di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Brantas, Kota Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Masyarakat Malang Raya melalui Brigade Evakuasi Popok (BEP) mendorong pemerintah segera mengatasi permasalahan 'teror popok' yang berada di aliran Sungai Brantas. Pihaknya telah melakukan survei ke sejumlah daerah terkait Sungai Brantas yang menjadi tempat pembuangan popok bayi bekas.

BEP telah melakukan investigasi di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kota Batu, Kabupaten Malang dan Kota Malang. "Dari sembilan kota dan kabupaten yang dilewati oleh Sungai Brantas dan hasilnya menunjukkan Sungai Brantas menjadi tempat pembuangan popok bayi bekas. Selain popok bayi, BEP juga menemukan popok orang dewasa dan popok atau pembalut wanita," kata Koordinator BEP, Azis, melalui keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (30/8).

Menurut Azis, hal ini dapat terjadi karena tidak adanya prosedur operasi standar (SOP) penanganan popok bekas. Ditambah lagi, popok-popok yang berhasil dievakuasi BEP masih banyak tertempel kotoran bayi (feses) yang akan menjadi sumber polutan bagi Kali Brantas. Hingga saat ini, kata Azis, Kota Malang terutama di Jembatan Muharto 85 persen berisi tumpukan sampah berupa popok bayi.

BEP juga menemukan fakta bahwa selama ini pemerintah daerah merasa belum berwenang sepenuhnya untuk menangani masalah sampah popok bayi bekas yang ada di wilayahnya dengan berbagai dalih. Padahal menurut dia, itu sudah menjadi bagian tanggung jawab terkait, terlepas asal usul sampah tersebut sebenarnya. 

Di sisi lain, Azis menyebut, masih ada masyarakat yang mempercayai mitos suleten. Mitos yang berkembang di masyarakat Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas ini menilai masih ada hubungan antara popok bayi bekas dengan bayi. Oleh sebab itu, mereka memperlakuan popok bayi bekas seolah akan berdampak atau membawa pengaruh pada kesehatan bayi. Dia menyebut, masyarakat setempat percaya apabila popok bayi bekas dibakar, maka akan menyebabkan bokong bayi menjadi suleten atau pantat mengalami nyenyek, mruntus, mrintis, timbul ruam-ruam di bagian vital dan pantat bayi (iritasi). Untuk menghindari suleten, maka popok bayi bekas dibuang di sungai supaya menimbulkan efek adem (dingin) di bokong bayi. Mitos ini jelas menyebabkan para ibu yang memiliki bayi merasa perlu membuang popok bekas bayi ke sungai

Merespons situasi ini, Azis bersama organisasinya meminta pemerintah segera mengevakuasi popok di aliran Sungai Brantas yang melalui 15 kota/kabupaten di Jawa Timur, terutama di Kota Malang. Pihaknya juga mengajak masyarakat untuk tidak membuang popok bekas bayi ke aliran Sungai Brantas.

Mereka mendorong masyarakat memakai popok kain yang bisa digunakan berkali-kali dan memahami bahaya popok sekali pakai yang berdampak bagi kesehatan bayi dan kerusakan lingkungan sungai. "Kami juga mendorong produsen untuk mencantumkan larangan membuang popok ke sungai dan mencantum SOP penanganan popok bekas. Dan menyediakan sarana pembuangan popok juga yang kelak menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengangkutnya," ujarnya

Mereka pun meminta pemerintah daerah dan pusat membangun santitasi tempat pembuangan akhir khusus popok. Dalam hal ini perlu juga menyusun kebijakan pembebasan Sungai Brantas dari popok bayi. Kemudian mendorong pemerintah untuk segera melakukan pembersihan popok yang ada di Sungai Brantas sepanjang 330 kilometer yang melewati 15 kota/kabupaten.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement