Selasa 29 Aug 2017 15:53 WIB

Timwas KPK Periksa Dirdik dan Penyidik yang Disebut Miryam

Terdakwa kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus KTP Elektronik Miryam S Haryani menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/8).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Terdakwa kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus KTP Elektronik Miryam S Haryani menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Pengawas Internal KPK sudah memeriksa Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Brigadir Jenderal Polisi Aris Budiman dan sejumlah penyidik serta pegawai KPK yang disebut oleh Miryam S Haryani.

"Yang diperiksa banyak, tidak hanya Dirdik karena kejadiannya banyak, jadi ada informasi seperti itu maka sistem dan standar di KPK berjalan, siapa yang diperiksa dan siapa saja yang diperiksa, termasuk juga banyak penyidik yang diperiksa," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Selasa (29/8).

Berdasarkan pengakuan anggota DPR dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi KTP-Elektronik pada pemeriksaan 1 Desember 2016.

Miryam mengaku kepada dua penyidik KPK, Novel Baswedan dan Ambarita Damanik bahwa ia diceritakan oleh anggota Komisi III DPR bahwa mereka itu sudah bertemu dengan tujuh orang penyidik dan pengawai KPK, salah satunya adalah Direktur Penyidikan KPK Brigjen Polisi Aris Budiman.

Miryam mengatakan bahwa penyidik KPK itu menawari anggota Komisi III DPR untuk terhindar dari jeratan penyidikan dengan imbalah Rp2 miliar. Ketujuh penyidik dan pegawai KPK itu juga disebut membocorkan jadwal pemeriksaan kepada beberapa anggota Komisi Hukum DPR.

Pengakuan Miryam yang terekam dalam video pemeriksaan teresbut diputar dalam sidang 14 Agustus 2017 oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk membuktikan bahwa Miryam diperiksa tidak dalam tekanan dalam penyidikan kasus KTP-el.

"Ya informasi 7 orang itu kan harus kita teliti, apakah penyidik semua atau ada pegawainya, semua akan dilakukan pemeriksaan," ungkap Agus.

Agus mengaku bahwa nama-nama ketujuh orang itu sudah diketahui termasuk dengan meminta penjelasan dari Mrryam mengenai orang-orang yang disebutkannya itu. Agus juga mengakui bahwa Aris pernah tidak menyetujui menaikkan status ketua DPR Setya Novanto sebagai terangka kasus KTP-el. Aris menilai bahwa belum ada bukti keras soal transaksi dana kepada Ketua Umum Partai Golkar tersebut.

"Kalau kita lihat kejadiannya, memang bukan hanya Dirdik tapi juga banyak penyidik yang mengatakan masih ada informasi yang harus ditambah, tapi kemudian informasi dari penuntut (umum) juga mengatakan sudah cukup karena informasinya sudah menguraikan banyak hal yang kemudian dari situ kita putuskan untuk naik (menjadikan Setnov sebagai tersangka)," tambah Agus.

Menurut Agus, hal itu perbedaan pendapat antara penyidik dan jaksa penuntut umum adalah hal yang wajar. KPK mengumumkan status Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP-el pada 17 Juli 2017.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement