REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR SERI BEGAWAN -- Daya tarik Bahasa Melayu di Brunei memudar, menurut hasil penelitian terbaru Biro Bahasa dan Sastra Brunei (DBP). Hasil penelitian menunjukkan hanya 50,5 persen masyarakat di kesultanan itu berkomunikasi menggunakan Bahasa Melayu di rumah.
Hanya 31,5 persen warga Brunei berbicara Melayu, yang merupakan bahasa resmi negara itu, dengan teman-temannya dan 38,8 persen menggunakan Melayu di tempat kerja, menurut laporan media, Sabtu (26/8), yang mengutip hasil penelitian.
Penelitian juga menunjukkan ada penurunan tajam penggunaan Bahasa Melayu di antara para siswa sekolah menengah. Hanya 48,6 persen di antara mereka yang menggunakannya bahasa itu di rumah sementara 38,8 persen berbicara Melayu dengan sesama teman dan 43,7 persen menggunakannya di sekolah.
Namun, jajak pendapat itu juga memperlihatkan bahwa 82,2 persen siswa sekolah dasar berkomunikasi dengan Bahasa Melayu di rumah. Selain itu, Melayu menjadi bahasa favorit bagi 80,3 persen siswa tingkat itu ketika mereka bercakap-cakap dengan teman dan 62,1 di antara mereka menggunakan Melayu di sekolah.
"Temuan-temuan itu menunjukkan bahwa murid-murid sekolah dasar masih memanfaatkan Bahasa Melayu. Tapi di tingkat sekolah menengah, penggunaannya telah berkurang, dan di tingkat masyarakat, lebih sedikit orang yang menggunakan Bahasa Melayu," kata Hajah Sariani, pelaksana jabatan wakil direktur DBP.
Jajak pendapat yang dijalankan dari November 2016 hingga Mei 2017 itu diikuti lebih dari 1.000 responden dari kalangan murid sekolah dasar, 1.600 dari sekolah menengah dan mahasiswa serta 500 anggota masyarakat.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat penggunaan Bahasa Malaysia di antara warga-warga negara Brunei. Secara keseluruhan, ujar Sariani, penggunaan Bahasa Malaysia mengecewakan karena banyak orang memakai bahasa gado-gado, antara Melayu dan Inggris.