REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia New Media Watch meminta kepolisian memeriksa perusahaan media sosial (medsos) terkait terbongkarnya kelompok pembuat jasa penyebar kebencian, Saracen. Pasalnya ramainya pemberitaan hoax akan berimbas pula pada perusahaan medsos tersebut.
“Semakin kontroversi hoax, semakin populer perusahaan (medsos) itu. Salah satu yang harus diperiksa, perusahaan medsos itu,” kata Direktur Indonesia New Media Watch, Agus Sudibyo dalam diskusi 'Saracen dan Wajah Medsos Kita' di Jakarta, Sabtu (26/8).
Dia mengatakan terungkapnya kasus pembuat jasa penyebar kebencian juga terjadi di sejumlah negara, salah satunya Jerman. Saat itu, kepolisian Jerman juga memeriksa perusahaan medsos yang menjadi salah satu wadah menyebarkan hoax dan ujaran kebencian.
Menurutnya, langkah itu yang menjadi pembeda antara Indonesia dengan negara lainnya. Dia menyebut, wadah penyebar hoax memiliki proses pemodifikasi informasi yang menguntungkan perusahaan. “Bagaimana Facebook (medsos) jadi subjek hukum, pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban,” ujar Agus.
Dia mencontohkan, Pemerintah Jerman berencana menerapkan sejumlah aturan pada kasus ujaran kebencian yang ditangani kepolisian. Salah satunya, mewajibkan perusahaan medsos membuka unit penanganan hoax 24 jam selama tujuh hari. Selain itu, apabila ada hoax dan ujaran kebencian, unit tersebut harus menghapus dalam waktu 3x24 jam. Apabila tidak dilakukan, maka perusahaan akan dikenakan denda sekitar Rp 6 miliar.
Agus menilai perusahaan seperti Facebook memanfaatkan ketergantungn masyarakat di medsos. “Kita harus bedakan tanggung jawab pemilik akun medsos dan penyedia medsos,” ujar dia.
Menurutnya, Facebook tidak boleh menggunakan alasan kesulitan memantau konten karena pengguna medsos itu sebanyak 1,6 miliar. Dia menilai, Facebook dapat melakukan bentuk pertanggungjawaban lain, seperti, mengedukasi masyarakat ihwal bagaimana menggunakan medsos dengan bijak dan telepon genggam dengan pintar.