Sabtu 26 Aug 2017 16:09 WIB

KPK: Biasakan Menolak Gratifikasi pada Kesempatan Pertama

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasam Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengingatkan, kepada seluruh pejabat negara dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk membiasakan menolak gratifikasi pada kesempatan pertama. "Hal ini lebih tepat dilakukan agar tidak menjadi persoalan hukum pada kemudian hari," ujar Febri, Sabtu (26/8).

Febri menuturkan, bila memang dalam kondisi tertentu tidak dapat menolak, seperti misalnya diberikan gratifikasi secara tidak langsung, maka wajib melaporkannya ke KPK dalam waktu paling lama 30 hari kerja, sesuai aturan di Pasal 16 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Febri melanjutkan, jika gratifikasi tersebut dilaporkan ke KPK sebelum 30 hari kerja maka ancaman pidana di Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang cukup berat. Yaitu, hukuman penjara seumur hidup atau minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. "Pelaporan dapat dilakukan dengan cara langsung datang ke KPK atau melalui email: [email protected] atau melalui mekanisme pelaporan gratifikasi online di www.gol.kpk.go.id," tutur Febri.

Bahkan, sambung Febri, KPK sudah lebih mempermudah proses pelaporan gratifikasi tersebut. Seperti, jika seseorang menerima gratifikasi dan belum bisa secara langsung melaporkannya, KPK juga bekerja sama dengan UPG (Unit Pengendali Gratifikasi) yang dibentuk sebagai mitra KPK di inspektorat atau unit pengawasan internal atau kepatuhan masing-masing Kementerian dan lembaga.

"Jadi, laporan bisa disampaikan ke UPG setempat, selanjutnya UPG yang akan berkoordinasi dengan KPK. Ini sepatutnya menjadi salah satu perhatian jika ingin memperkuat pencegahan korupsi dengan penguatan inspektorat," tegas Febri.

Dalam sepekan terakhir KPK sudah melakukan dua operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat dan penyelenggara negara yang menerima gratifikasi. Pertama, OTT di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin (21/8) siang, terkait kasus suap putusan perdata yang ditangani oleh PN Jaksel yang menyeret panitera pengganti PN Jaksel, Tarmizi.

Kedua, OTT kasus dugaan suap pekerjaan pembangunan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang yang menjerat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono (ATB) di rumah dinasnya Mess Perwira Ditjen Hubla, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat pada Rabu (23/8) malam.

Dian Fath

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement