Jumat 25 Aug 2017 05:32 WIB

KPK Dalami Sumber Uang Dirjen Hubla

  Sejumlah penyidik KPK menunjukan barang bukti didampingi Wakil Ketua KPK Basaria terkait oprasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan suap Dirjen Perhubungan Laut (hubla) Kemenhub di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/8) malam.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah penyidik KPK menunjukan barang bukti didampingi Wakil Ketua KPK Basaria terkait oprasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan suap Dirjen Perhubungan Laut (hubla) Kemenhub di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/8) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami sumber uang yang berada di dalam 33 tas terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Tahun Anggaran 2016-2017.

KPK menetapkan dua tersangka terkait kasus tersebut, yaitu Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (ATB) dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK). "Ini masih dalam proses, siapa saja dan dalam proyek apa saja. Karena yang bersangkutan tidak mungkin kami desak untuk mengingat semuanya, sudah terlalu banyak, bingung jadinya. Dia hanya ingat pada saat diperiksa jumlahnya sekian dari siapa," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, dari kegiatan operasi tangkap tangan yang dilakukan pada 23-24 Agustus 2017, KPK mengamankan sejumlah uang dan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Pertama, empat kartu ATM dari tiga bank penerbit yang berbeda dalam penguasaan ATB. Kedua, 33 tas berisi uang dalam pecahan mata uang rupiah, dolar AS, poundsterling, euro, ringgit Malaysia senilai total Rp18,9 miliar berupa "cash" dan dalam rekening Bank Mandiri terdapat sisa saldo Rp 1,174 miliar.

"Uangnya kok banyak sekali. Ini juga masih kami dalami terus, tidak mungkin untuk satu kali transaksi," ucap Basaria. Diduga, kata Basaria, pemberian uang oleh APK kepada ATB terkait dengan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.

Menurut Basaria, KPK mengungkap modus yang relatif baru dalam operasi tangkap tangan kali ini karena penyerahan uang dilakukan dalam bentuk ATM.

"Rekening dibuka oleh pemberi menggunakan nama pihak lain atau diduga fiktif selanjutnya pemberi menyerahkan ATM pada pihak penerima. Kemudian pemberi menyetorkan sejumlah uang pada rekening tersebut karena bertahap dan penerima menggunakan ATM dalam berbagai transaksi," ucap Basaria.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, APK disangkakan melanggar disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, ATB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement