REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Sungguh miris kondisi keluarga Asep Supriadi yang tinggal di Kampung Pasir Pari, Desa Pasir Huni, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Di balik rumah panggung berukuran 4x6 meter meter persegi, 12 orang anggota keluarganya hidup bersama.
Asep mengatakan, terdapat tiga keluarga yang menempati rumah berdinding bilik yang sudah banyak bolong itu. Ia tak bisa bermimpi untuk memperbaiki kondisi rumahnya. Sebagai buruh tani, penghasilannya hanya berkisar 20-30 ribu rupiah. Sehingga asa memperbaiki rumah mesti ditutup dengan kebutuhan makan sehari-hari.
"Inginnya rumah diperbaiki, cuma uang dari mana, saya berharap pemerintah ataupun pihak lain bersedia membantu," katanya penuh harap ketika dikunjungi rombongan wartawan, Kamis (24/8).
Akibat rendahnya pendapatan keluarga Asep, menu makanannya menjadi seadanya. Keluarganya seringkali hanya bisa menyantap nasi dan lauknya berupa kulit singkong. Ibunda Asep, Unesih bertugas menyiapkan menu makanan sehari-hari tersebut. Perempuan renta berusia 63 tahun itu tak bisa makan dengan mempertimbangkan asupan gizi. Kalau sehari bisa makan saja, ia merasa bersyukur.
Sebelum dimasak, kulit singkong dicuci hingga bersih. Selanjutnya Unesih menyalakan tungku api, dan menaruh ketel di atasnya. Selang beberapa menit ketika ketel telah panas, ia memasukan kulit singkong dan menaburi bumbu ala kadarnya.
"Tidak punya uang untuk membeli lauk pauk. Ini saja (kulit singkong) dimasak. Bumbunya paling pecin, garam. Sudah itu saja. Makannya dengan nasi," katanya.
Tak ingin terlelap dalam kemiskinan, ia ikut membantu Asep mengumpulkan rezeki dari apa saja yang bisa dilakukannya. Ia memilih memungut bekas jerami yang butir padinya sudah "digebug" pemilik. Ia mengumpulkan jerami tersebut untuk selanjutnya menggebug ulang dengan harapan ada butir padi yang belum jatuh saat proses penggebugan pertama.
"Namanya Ngajabra (proses pemungutan bekas jerami). Berharap masih ada padi yang masih menempel," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Desa Pasir Huni, Yadi Cahyadi mengakui banyak warganya yang termasuk kategori warga miskin. Setidaknya berdasarkan catatan, terdapat 430 warga golongan tidak mampu. Dari jumlah itu, memang mayoritas tinggal di rumah tak layak huni. Ia pun tak tinggal diam dengan berusaha mengusulkan kepada pemerintah daerah supaya diberi bantuan untuk diperbaiki. Meski begitu, pemerintah Kabupaten Tasik masih abai terhadap warga tersebut.
"Tiap tahun diusulkan. Ada 300 rumah tidak layak huni. Sudah diusulkan 280 rumah agar diperbaiki. Tapi belum ada konfirmasi kapan keluar (bantuan)," katanya.