REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerdja Djanegara mengatakan, belum ada permintaan resmi dari Panitia Khusus Hak Angket di DPR, untuk mengaudit barang-barang yang disita dan dirampas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kalau Pansus meminta itu, ya mugkin perlu PDTT untuk barang rampasan ataupun audit kinerja pengelolaan barang rampasan," ujarnya, Rabu (23/8).
Namun, hingga saat ini, kata Moermahadi, belum ada permintaan resmi dari DPR. Adapun, BPK sudah pernah mengaudit KPK dari sisi kinerja sebanyak dua kali. "Tapi untuk audit barang rampasan, belum ada permintaan," ucap dia.
Sebagai lembaga auditor utama negara, BPK berwewenang mengaudit instansi yang mengelola keuangan negara, dari audit kinerja dan PDTT, selain audit yang lazim dijalankan seperti audit laporan keuangan. Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus Hak Angket DPR terkait Tugas dan Kewenangan KPK, Agun Gunandjar Sudarsa, meminta BPK mengaudit KPK dalam menangani barang sitaan dan rampasan dari kasus-kasus yang ditangani institusi pemberantasan tindak pidana korupsi itu.
"Ini jadi misteri. Selama ini dikerjakan KPK, diadministrasikannya di mana, sementara yang berwenang penuh hanya Rumah Penyimpanan Barang Sitaan dan Rampasan Negara," kata Agun, Senin (21/8) malam.
Audit itu penting dilakukan, kata Agun, karena dari hasil temuan pansus di lima kantor Rumah Penyimpanan Barang Sitaan dan Rampasan Negara (Rupbasan) di wilayah hukum Jakarta dan Tangerang tidak didapatkan data-data barang sitaan dan rampasan berupa uang, rumah, tanah, dan bangunan dari kasus yang ditangani KPK. "Berkaitan dengan barang rampasan dan sitaan, Pansus sudah bertemu dengan lima Kepala Rupbasan di wilayah Jakarta dan Tangerang, ternyata barang yang didaftarkan hanya sebatas mobil, motor, mesin, dan alat kesehatan yang sudah rongsok," katanya.