Rabu 23 Aug 2017 14:20 WIB

Buron Kasus Perdagangan Orang Polda NTT Ditangkap di Jakarta

perdagangan manusia (illustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
perdagangan manusia (illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Satgas Perdagangan Manusia Polri berkerja sama dengan Polda NTT berhasil menangkap Muang Muang Tin (MMT) alias Anwas Sadik, tersangka penyelundupan manusia yang menjadi buronan Polda NTT di Jakarta Barat.

"MMT masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polda NTT atas kasus penyelundupan manusia yang terjadi pada tahun 2015," kata Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Jules A Abast melalui pesan singkat di Kupang, Rabu.

Menurut dia, tersangka telah dibawa dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bandara El Tari Kupang, Selasa (22/8).

"Karena dia DPO Polda NTT, jadi kita akan periksa dia di sini. MMT ini merupakan warga negara asing. Dia terlibat kasus penyelundupan manusia pada tahun 2015," kata Jules menjelaskan.

MMT alias AS merupakan buronan Polda NTT dalam kasus penyelundupan manusia yang terjadi pada November 2015. Polisi menangkap tersangka dia di Apartemen Permata Surya, Kalideres, Jakarta Barat, Senin (21/8) malam.

Tersangka merupakan penyelundup manusia utama dalam kasus penemuan Kapal Motor (KM) Farah yang berisi 16 warga asal India, Nepal dan Bangladesh pada 26 November 2015 di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

KM Farah ketika itu berangkat dari Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, menuju Pulau Christmas, Australia, yang diperkirakan memakan waktu delapan hari. Namun mengalami kehabisan bahan bakar dan kerusakan mesin sehingga terbawa arus dan terdampar di perairan Desa Tablolong, Kupang Barat, NTT, katanya.

Saat ditangkap oleh penyidik Polda NTT, ke-16 warga negara asing itu tidak memiliki paspor sehingga dibawa ke Detensi Imigrasi Kupang. Penumpang KM Farah yang menjadi korban penyelundupan manusia meliputi 13 warga India, dua warga Nepal dan satu warga Bangladesh.

Karena perbuatannya menyelundupkan orang-orang itu, polisi menjerat MMT menggunakan Pasal 120 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian dengan ancaman hukuman paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp 1,5 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement