Ahad 20 Aug 2017 16:58 WIB

‘Ganjil-Genap Bukan Solusi Kemacetan di Tol Cikampek'

Rep: Fauziah Mursid / Red: Ratna Puspita
Pengendara melintas di samping area pembangunan jalur kereta api ringan (LRT) dan jalan tol layang Jakarta-Cikampek II, di ruas jalan Tol Jakarta-Cikampek, di Bekasi, Jawa Barat (ilustrasi).
Foto: ANTARA
Pengendara melintas di samping area pembangunan jalur kereta api ringan (LRT) dan jalan tol layang Jakarta-Cikampek II, di ruas jalan Tol Jakarta-Cikampek, di Bekasi, Jawa Barat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi V DPR yang membidangi masalah infrastruktur dan perhubungan Alex Indra Lukman tidak setuju dengan wacana Pemerintah yang akan memberlakukan pembatasan kendaraan dengan pemberlakuan sistem pelat nomor ganjil genap di ruas tol Jakarta-Cikampek. Menurutnya, pembatasan kendaraan dengan plat nomor ganjil genap tersebut bukanlah jalan keluar untuk mengatasi kemacetan di ruas jalan tersebut.  

"Pembatasan ganjil genap itu bukan jalan keluar mengatasi kemacetan, karena kita justru memaksa rakyat menikmati kemacetan itu," ujar Alex Indra saat dihubungi Republika pada Ahad (20/8).

Politikus PDI Perjuangan ini menerangkan hal tersebut berdasarkan pemberlakuan pembatasan ganjil-genap di beberapa jalan protokol di Jakarta. Ia menilai penerapan ganjil genap justru memaksa masyarakat menikmati kemacetan, alih-alih mengurangi kemacetan. 

Dia menerangkan kemacetan di ruas yang diberlakukan pembatasan kendaraan tersebut memang sedikit berkurang. Namun, dia menyatakan, kemacetan beralih ke ruas lainnya, termasuk jalan tol. “Ketika berlaku ganjil-genap, kita memaksa orang untuk membayar tol,” kata dia. 

Alex memberi contoh, jika hari ini yang boleh lewat di jalan protokol hanya kendaraan dengan nomor pelat ganjil maka secara tidak langsung rakyat yang memiliki mobil dengan pelat genap memilih masuk tol. Padahal, kondisi tol sangat macet. “Ini sama artinya kita memaksa rakyat menikmati kemacetan dengan membayar," kata dia.

Jika pembatasan kendaraan pribadi dengan mekanisme serupa diterapkan di rus tol Jakarta-Cikampek maka hal serupa akan terjadi, yakni memindahkan kemacetan ke jalan lain. Masyarakat tidak beralih ke transportasi umum sehingga tetap macet.

Menurut dia, penyebab kemacetan di jalan Tol Jakarta-Cikampek bukan hanya kendaraan roda empat milik pribadi. Dia menambahkan kendaraan-kendaraan berkecepatan di bawah 60 kilometer per jam atau kendaraan berat merupakan penyebab kemacetan di Tol Jakarta-Cikampek.

Karena itu, menurut dia, akan lebih baik mengatur kendaraan jenis tertentu yang boleh memasuki ruas jalan tol pada jam-jam sibuk. "Jadi, kalau bicara Tol Jakarta Cikampek sederhana saja, harus ada pelarangan mobil yang nggak bisa jalan di atas 60 km per jam. Itu jangan boleh lewat tol. Udah, itu aja,” kata Alex. 

Ia berharap ada pengaturan terhadap transportasi untuk lalu lintas masyarakat maupun lalu lintas barang. Menurut dia, lalu lintas orang dan lalu lintas barang tidak bisa disatukan pada akses yang sama. “Kalau semuanya memilih di tol itu, ya, pasti macet,” kata dia. 

Dia menerangkan, pengaturan itu akan melengkapi solusi kemacetan melalui pembangunan infrastuktur dan transportasi. Saat ini, dia menambahkan, pemerintah sudah dan sedang membangun berbagai infrastruktur untuk mengurangi kemacetan. 

“Ini kan kita bangun, ada jalur kereta, tol laut, jalur darat dan tol. Nah, pemberlakuannya kita kan harus kemudian membuat regulasi mana yang lalu lintas barang dan mana lalu lintas orang," kata dia.

Anggota Komisi V DPR lainnya Muhidin Mohamad Said mengatakan kebijakan tersebut masih dalam tahap kajian. Karena itu, dia belum bisa berkomentar lebih lanjut. Ia berjanji, pihak DPR akan meminta keterangan pihak terkait kalau kajian tersebut selesai. 

“Nanti dari kemenhub dan kementerian PUPR serta Korlantasnya untuk menjelaskannya agar masyarakat menegtahuinya," kata Muhidin.

Menurut dia, kebijakan itu harud dibarengi dengan kajian karena banyak faktor yang akan terpengaruh. “Misal, masalah ekonomi ini sangat berpengruh terkait dengan transfortasi barang-barang yang akan di ekspor dan impor masalah arus logistik," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement