Sabtu 19 Aug 2017 12:05 WIB

Komisi X: Pidato Jokowi tak Singgung Kesejahteraan Pendidik

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Guru honorer menggelar aksi unjuk rasa (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Guru honorer menggelar aksi unjuk rasa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah menyampaikan Pidato Presiden RI mengenai RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2018 beserta Nota Keuangannya, di depan Sidang Paripurna DPR. Namun, kesejahteraan pendidik belum tergambar dan tak disinggung oleh Presiden dalam pidatonya.

“Soal kesejahteraan pendidik dan guru, tidak tergambar dalam pidato Presiden. Padahal ini dinantikan. Karena tidak hanya infrastruktur, tapi juga tenaga pendidik juga penting dalam meningkatkan mutu pendidikan,” tegas Anggota Komisi X DPR Dwita Ria Gunadi, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (19/8).

Kemudian, masih kata Dwita, terkait pengangkatan guru. Dengan angka pensiun yang cukup tinggi, tidak diimbangi dengan jumlah penerimaan pendidik atau guru. Padahal, pengangkatan guru ini cukup diharapkan oleh guru-guru honorer. Pemerataan guru pun mendapat sorotan dari Dwita.

“Kita butuh banyak guru, untuk pemerataan di seluruh Indonesia. Guru penting sebagai tulang punggung pendidikan, karena guru memegang peranan penting dalam kualitas pendidikan,” kata polikus Partai Gerindra itu.

Di HUT RI ke-72 ini, Dwita juga menyoroti masih tingginya angka putus sekolah, kendati angka partisipasi kasar cukup tinggi. Jika di perkotaan, menurutnya angka putus sekolah banyak terjadi di tingkat menengah dan atas. Sementara di pedesaan, paling banyak terjadi di tingkat dasar.

“Mereka tidak selesai menamatkan sekolah, misalnya dari SD ke SMP atau SMP ke SMA. Karena kalau ditanya, mereka lebih banyak alasan ekonomi, kemudian jarak tempuh. Itu banyak alasan yang menyebabkan angka putus sekolah, yang tidak kita harapkan,” keluh Dwita.

Selain itu, pemerintah masih punya pekerjaan rumah terkait sarana dan prasarana pendidikan. Temuannya di lapangan, masih banyak ditemukan sekolah yang rusak, mulai dari rusak ringan hingga rusak berat.

“Itu perlu perhatian khusus. Kita tidak tahu, tahun ke berapa semua ini bisa diselesaikan. Tahun besok, atau tahun-tahun mendatang. Yang kita harapkan bahwa penyelesaian itu secara serentak, tidak bisa separuh-paruh,” harap Dwita.

Di sisi lain, politisi asal dapil Lampung itu mengapresiasi masih dianggarkannya Kartu Indonesia Pintar (KIP). Ia berharap, dengan adanya KIP dapat mendorong orang tua untuk menyekolahkan anaknya dan mengurangi angka putus sekolah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement