REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menyambangi gedung KPK di Jakarta untuk mengklarifikasi terkait namanya yang disebut dalam video pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani pada Selasa (15/8).
Dalam video pemeriksaan Miryam yang diputar saat persidangan Miryam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin(14/8), Masinton bersama beberapa anggota DPR RI lainnya disebutkan mengancam Miryam. "Hari ini saya datang karena nama saya disebut di persidangan dan saya tidak melakukan itu," kata Masinton di gedung KPK, Jakarta.
Ia menyatakan dia menginginkan tidak ada fitnah terkait hal tersebut sehingga dirinya mencoba klarifikasi ke KPK hari ini. "Saya datangi KPK, saya minta klarifikasi berkaitan dengan penyebutan nama saya dan beberapa anggota Komisi III DPR lainnya karena saya yakin hal itu tidak seperti yang disajikan dalam potongan-potongan rekaman pernyataan penyebutan nama saya itu disebut oleh Novel," kata dia, menuturkan.
Lebih lanjut, ia menyatakan, Miryam telah menyampaikan surat pernyataan bahwa tidak pernah merasa ditekan oleh anggota Komisi III DPR RI. "Kedatangan saya ke KPK ini, saya ingin minta klarifikasi kepada KPK agar fitnahnya tidak berkelanjutan, maka saya yang berinisiatif datang ke sini agar KPK transparan, tidak menimbulkan fitnah terhadap orang-orang yang dituduh secara serampangan," kata Masinton yang juga wakil ketua Pansus Angket KPK tersebut.
Dalam video pemeriksaaan itu, Miryam yang diperiksa sebagai saksi saat proses penyidikan kasus KTP-e mengaku diancam oleh politikus PDIP Masinton Pasaribu, politikus Partai Golkar Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo, politikus Partai Gerindra Desmond J Mahesa, politikus Partai Hanura Sarifuddin Sudding, dan politikus PPP Hasrul Azwar.
Saat itu, Miryam diperiksa oleh dua penyidik KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik. "Kami juga akan minta Komisi III nanti melaporkan ke polisi siapa yang benar supaya ini diaudit dan diperiksa potongan-potongan rekaman itu secara forensik digital oleh Bareskrim Mabes Polri," ucap Masinton.
Miryam didakwa pasal 22 jo pasal 35 ayat 1 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP tentang orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar. Kalau terbukti bersalah dia bisa dijatuhi pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.