Ahad 13 Aug 2017 20:53 WIB

Generasi Perokok Membayangi Bonus Demografi Indonesia

Merokok (ilustrasi)
Foto: AP
Merokok (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia akan mendapat bonus demografi pada tahun 2020-2025. Namun bayangan generasi perokok masih membayangi.

Dr. Ardini S Raksanagara, Penasihat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarkat (IAKM) Jawa Barat yang juga peneliti dan dosen senior di Departemen Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, mengatakan, fenomena merokok justru melanda anak-anak remaja produktif.

“Penyakit akibat merokok siap mengancam kapan saja. Bahkan sejatinya, perokok sudah mengetahui risikonya, namun mereka sulit untuk berhenti meski sudah ada niat,” ujar Ardini S Raksanagara, dalam Diskusi Panel Potensi Alternatif Produk Tembakau di LIPI,  belum lama ini.

Merokok pastilah menimbulkan penyakit yang dapat berujung pada kematian. Diantara penyakit akibat merokok seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan penyakit kardiovaskular, menjadi penyakit katastropik yang membutuhkan biaya tinggi dalam pengobatan.

Ardini juga mencatat penyakit paru ostruktif kronis akibat rokok terus meningkat. Belum lagi masalah bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBRL).

“Lalu bagaimana generasi perokok bisa menghadapi bonus demografi?,” kata dia.

Terkait penggunaan vape atau rokok elektrik, dikatakannya bisa menjadi alternatif dalam menurunkan jumlah perokok dan bahaya penyakit yang ditimbulkan.

“Harus ada kebijakan yang mengatur. Silakan soal regulasi vape siapa yang mengatur. Siapa yang mengontrol. Harus pikirkan sama-sama,” jelasnya.

Sementara Amaliya dari Academic Leadership Grant Universitas Padjajaran, memaparkan, vape bisa menurunkan risiko penyakit pada para perokok berat.

"Selama enam bulan penggunaan vape, zat beracun bernama tar, yang memicu risiko kanker akibat efek jangka panjang rokok konvensional, menurun. Ini kalau si perokok sudah benar-benar berganti 100 persen ke vape," kata Amaliya.

Namun, penurunan risiko kanker tidak efektif pada perokok yang masih menggunakan rokok konvensional dan vape.

Dr. Amaliya, Peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik Indonesia (YPKP) Indonesia, menyayangkan tingginya angka perokok yang kerap naik tiap tahunnya di Indonesia. Karena itu ia mendorong terkait adanya penelitian lebih lanjut atas berbagai alternatif produk tembakau yang saat ini ada.

“Kita harus mulai melihat potensi dari alternatif produk yang tersedia dan beredar di pasaran, seperti rokok elektrik yang dinilai memiliki risiko lebih rendah daripada rokok,” katanya.

Dalam diskusi juga menghadirkan Ministry of Vape Indonesia sebagai perwakilan dari konsumen rokok elektrik di Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement