REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bima Taufik mengatakan, bencana kekeringan melanda sedikitnya sembilan kecamatan di Bima. Taufik merinci, berdasarkan hasil rekapitulasi BPBD Kabupaten Bima, kekeringan yang menyebabkan krisis air bersih terjadi di 42 desa terhadap 8.203 kepala keluarga dengan 24.608 jiwa terdampak.
"Sebaran titik kekeringan sekitar 100-an titik, ada yang satu desa satu titik, dan ada juga yang lebih. Awalnya itu ada 11 kecamatan, namun setelah kami cek ulang tercatat sembila kecamatan," ujar Taufik saat dihubungi Republika.co.id dari Mataram, NTB, Jumat (11/8).
Taufik mengungkapkan, bencana kekeringan merupakan siklus tahunan yang kerap menimpa warga di Kabupaten Bima. Faktor musim kemarau dan iklim di Bima ditengarai menjadi penyebabnya. Hal ini, kata Taufik, dipertegas dengan laporan pengamatan dari BMKG wilayah Bima-Dompu, di mana hujan diprediksi belum turun di Bima hingga September mendatang.
Taufik menyampaikan, daerah terparah kekeringan berada di Desa Doridungga, Kecamatan Donggo, Desa Rabe, Kecamatan Madapangga, Desa Pesa, Kecamatan Wawo. Untuk Desa Pesa, lanjut Taufik, melakukan penanganan secara mandiri lantaran telah mempunyai mobil tangki air sendiri hasil bantuan dari pemerintah daerah.
Taufik melanjutkan, BPBD Kabupaten Bima telah menetapkan status tanggap darurat terkait kekeringan di Bima. BPBD Kabupaten Bima juga terus melakukan berbagai upaya. Untuk jangka pendek distribusi air bersih dilakukan dengan satu mobil tangki milik BPBD Kabupaten Bima dan satu mobil tangki pinjaman dari Pemerintah Kabupaten Bima. Mobil tersebut mendistribusikan air sekitar 20 ribu liter air bersih per hari.
"Untuk distribusi air, kami sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing wilayah terdampak. Kendala kami jika ada permintaan yang bersamaan dengan jarak angkut yang jauh, kami kan cuma satu kendaraan, satu lagi pinjam pemda," ungkap Taufik.
Taufik juga mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan kelestarian alam demi menjaga sumber mata air dan memelihara segala infrastuktur pemerintah dengan baik. Sebelumnya, Kepala BPBD NTB Muhammad Rum menyampaikan, dari 10 kabupaten/kota di NTB, hanya Kota Mataram yang tidak terdampak kekeringan. Tercatat bencana kekeringan selama tahun melanda 818 desa yang berada di 71 kecamatan di yang ada di 9 kabupaten/kota di NTB.
Rum mengatakan, dari hasil rekapitulasi tersebut, terdapat 640.048 jiwa dari 127.940 kepala keluarga yang ada di NTB terdampak kekeringan. Mengatasi permasalahan tersebut, Rum meminta BPBD kabupaten/kota untuk melakukan upaya jangka pendek dengan droping air bersih.
"Tapi untuk program menengah dan panjang, cari langkah yang dibutuhkan untuk selesaikan masalah ini sehingga jangan setiap tahun kita droping air terus," ujar Rum.
Rum menambahkan, BPBD kabupaten/kota meminta anggaran untuk membuat sumur bor untuk mengantisipasi kekeringan pada masa mendatang. Menurut Rum, hal ini memungkinkan dilakukan dengan sinergitas antara BPBD kabupaten/kota, provinsi, dan juga pusat.
Langkah yang lain, kata Rum, memanfaatkan keberadaan bendungan-bendungan besar yang ada di NTB dengan menarik pipanisasi dan bekerja sama dengan PDAM. Nantinya, PDAM akan melakukan pengolahan ini untuk meneruskan air ke rumah-rumah penduduk. Rum memaparkan, bencana kekeringan yang melanda NTB tidak lepas dari masifnya kerusakan hutan. "Kondisi NTB terus terang hutan kami sudah dikatakan parah," ungkap Rum.
Padahal, Rum menjelaskan peranan vital hutan yabg menyerap dan menahan air saat musim hujan agar tidak langsung masuk ke wilayah permukiman. Pun kala musim kemarau tiba, hutan berperan penting sebagai wadah menyimpan air. Namun, saat ini hal tersebut tidak berjalan maksimal. Rum menyebutkan saat ini banyak sumber air yang debitnya terus menurun drastis bahkan sampai 40 persen akibat tidak terpeliharanya hutan.
"Sekarang sudah tidak ada yang menahan karena pohonnya sudah tumbang. Begitu juga saat kemarau. Saya katakan ketika musim hujan kita kebanjiran, ketika kemarau kita kekeringan," kata Rum menambahkan.